









Study with the several resources on Docsity
Earn points by helping other students or get them with a premium plan
Prepare for your exams
Study with the several resources on Docsity
Earn points to download
Earn points by helping other students or get them with a premium plan
Community
Ask the community for help and clear up your study doubts
Discover the best universities in your country according to Docsity users
Free resources
Download our free guides on studying techniques, anxiety management strategies, and thesis advice from Docsity tutors
a thesis for an educational purposes
Typology: Study Guides, Projects, Research
1 / 15
This page cannot be seen from the preview
Don't miss anything!
( Tanggung Jawab Sosial Perusahaan “NESTLE” )
Mata Kuliah : Hukum Ketenagakerjaan Dosen : Masitah Pohan, Dr.,S.H., M.Hum.
Disusun Oleh : Ziana Sintya 1806200464
Program Studi : Ilmu Hukum
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat
dan karunia-nya,yang karena bimbingannyalah saya bisa menyelesaikan makalah
ini yang berjudul “TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN “NESTLE””.
Saya mengucapkan terimakasih kepada Ibuk selaku dosen mata kuliah Hukum
Ketenagakerjaan.
Semoga makalah ini dapat di pahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya makalah yang saya susun ini dapat berguna bagi saya sendiri maupun
orang yang membacanya. Sebelumnya saya mohon maaf apabila terdapat kesalahan
kata-kata yang kurang berkenan dan saya memohon kritik dan saran yang
membangun demi perbaikan makalah ini pada waktu yang akan datang.
Medan, 21 April 2020
Ziana Sintya
kesukarelaan dalam konsep CSR bukan dipahami sebagai sebuah pilihan untuk menjalankan atau tidak menjalankan, melainkan justru bagaimana melibatkan masyarakat secara penuh dan aktif.
Peraturan mengenai tanggung jawab sosial atau CSR di Indonesia juga sudah diatur oleh setiap provinsi di Indonesia menjadi sebuah peraturan daerah. Pada Provinsi Lampung, CSR diatur melalui Peraturan Daerah No. 20 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Perda No.20/2012). Pada Pasal 6 (1) menyatakan bahwa program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan meliputi (1) bina lingkungan dan sosial; (2) kemitraan usaha mikro, kecil, dan koperasi; dan (3) program langsung kepada masyarakat. Hal tersebut menunjukan bahwa setiap perusahaan yang melakukan kegiatan usahanya di Provinsi Lampung harus mampu melaksanakan CSR yang meliputi ketiga program di atas. Meskipun demikian, hal yang menjadi masalah utama dalam penerapan konsep CSR adalah sering disalah artikannya kegiatan CSR sebagai kegiatan donasi perusahaan atau sekedar ketaatan perusahaan pada hukum dan aturan yang berlaku, misalnya taat pada aturan mengenai standar upah minimum, tidak mempekerjakan tenaga kerja di bawah umur dan lain-lain. Padahal kegiatan donasi atau philanthropy tidak dapat dikatakan sebagai sebuah CSR, melainkan hal tersebut hanya sebagai syarat formalitas agar perusahaan dapat diterima dan beroperasi di tengah-tengah masyarakat.
Seiring berjalannya waktu dalam menerapkan CSR, perusahaan memiliki berbagai cara dan ciri khasnya masing-masing. Dalam UUPT, penerapan CSR bertujuan untuk menciptakan pembangunan ekonomi berkelanjutan, baik untuk perseroan, komunitas setempat, maupun masyarakat. Oleh karena itu, perusahaan diberikan kebebasan untuk melaksanakan CSR sepanjang masih dalam ruang lingkup undang-undang yang berlaku. Saat ini, masih terdapat banyak perusahaan yang mengartikan CSR sebagai sebuah kepatuhan hukum semata dan dilaksanakan dalam bentuk donasi yang tidak berkelanjutan. Namun disisi lain, terdapat juga perusahaan yang menerapkan kegiatan CSR untuk kesejahteraan masyarakat dan menciptakan pembangunan ekonomi berkelanjutan sesuai dengan aturan pada UUPT, baik bagi perusahaan maupun masyarakat.
Perusahaan menyadari bahwa CSR bukan hanya sekedar menjaga reputasi perusahaan semata, namun juga menciptakan keberlanjutan ekonomi dengan melibatkan masyarakat ataupun stakeholder dalam kegiatan usahanya. Konsep CSR mulai dimodifikasi dengan sebuah konsep yang lebih menguntungkan, baik untuk perusahaan maupun masyarakat. Pengembangan dari konsep CSR adalah Creating Shared Value (CSV). CSV merupakan strategi bisnis yang menekankan pentingnya memasukkan masalah dan kebutuhan sosial dalam perancangan strategi perusahaan. CSV adalah sebuah konsep yang mengharuskan perusahaan memainkan peran ganda menciptakan nilai ekonomi (economic value) dan nilai sosial (social value) secara bersama-sama (shared) , tanpa salah satu diutamakan atau dikesampingkan. Memberikan solusi terhadap persoalan-persoalan ekonomi, sosial, dan lingkungan bukanlah pekerjaan sampingan, tetapi harus melekat di dalam jantung strategi perusahaan. CSV tidak sama dengan CSR
meski keduanya mempunyai landasan yang sama yaitu doing well by doing good. Perbedaan utama antara keduanya adalah bahwa CSR berbicara tentang responsibility , sedangkan CSV sudah menapak pada penciptaan nilai bersama atau creating value. CSV adalah transformasi atau pengembangan dari CSR.
Di Indonesia, penerapan konsep CSV sudah dilakukan oleh beberapa perusahaan. Sebagai contoh yaitu PT. Unilever Indonesia melakukan kemitraan dengan petani kecil dalam meningkatkan produktivitas budidaya kedelai hitam demi meningkatkan penghidupan petani. Kedelai hitam adalah salah satu bahan dasar utama dalam produk kecap yang dipasarkan dengan merek Bango. Unilever telah mengembangkan Unilever Sustainable Agriculture Code (USAC) sebagai prinsip pertanian berkerlanjutan. Produksi total kedelai hitam di tahun 2013 dan 2014 mencapai 1.101 (seribu seratus satu) ton dengan melibatkan 5. (lima ribu delapan ratus sembilan puluh empat) petani. Contoh lain adalah program dari Badak LNG, perusahaan pengolahan gas alam cair di Bontang Kalimantan Timur untuk meningkatkan kapasitas anggota Ikatan Welder Bontang (IWB) melalui program sertifikasi dan pembuatan workshop atau bengkel las di Bontang. Tujuannya meningkatkan kapasitas tukang las ( welder) di kota Bontang, keberlangsungan operasi perusahaan dan kesejahteraan hidup para welder di Bontang. Perusahaan bekerja sama dengan Dirjen Migas dalam mengadakan dan menyediakan pelatihan untuk sertifikasi Migas bagi para welder.
Di Lampung terdapat PT. Nestle Indonesia Panjang Factory (Nestle) yang sudah menerapkan konsep CSV. Perusahaan yang berdiri pada tahun 1978 ini khusus memproduksi kopi instan Nescafe dengan berbagai macam variasi rasanya. CSV dijadikan sebagai kebijakan dalam rangka meningkatkan daya saing perusahaan sekaligus memajukan kondisi ekonomi dan sosial masyarakat di mana perusahaan tersebut melaksanakan kegiatan usahanya. Nestle menjalin kerja sama dengan para petani kopi di Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung sejak awal 1994. Nestle telah membina petani di daerah tersebut, hingga dapat maju dan berkembang, dan mampu bersaing dengan daerah lain. Kopi yang menjadi komoditas unggulan Kabupaten Tanggamus adalah Kopi Robusta, dengan hasil produksinya mencapai 32.000 (tiga puluh dua ribu) ton/tahun. Program pembinaan dilakukan secara berkelanjutan dilakukan untuk meningkatkan produktivitas dan hasil produksi kopi di daerah tersebut, mampu menghasilkan kopi yang berkualitas tinggi, memberikan lapangan pekerjaan, meningkatkan pendapatan dan juga meningkatkan kesejahteraan para petani di kabupaten tersebut.
1. Karakteristik Konsep CSV sebagai Program CSR Nestle CSV adalah sebuah konsep dalam strategi bisnis yang menekankan pentingnya memasukkan masalah dan kebutuhan sosial dalam perancangan strategi perusahaan. CSV merupakan pengembangan dari konsep tanggung jawab sosial perusahaan CSR. Di Provinsi Lampung, perusahaan yang menerapkan konsep CSV sebagai program CSR-nya adalah Nestle.
Nestle telah menjadi perusahaan yang berpedoman terhadap peraturan yang berlaku di Indonesia. Pelaksanaan CSV sebagai sebuah tanggung jawab sosial didasarkan pada Pasal 74 ayat (1) UUPT yaitu Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya dibidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan. Nestle melaksanakan CSV juga dengan cara menyelaraskan akan kebutuhan dan juga agenda pemerintah daerah. Kebutuhan pemerintah seperti yang tertuang pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Lampung_._
Perusahaan-perusahaan memiliki karakteristik dan cara tersendiri dalam melaksanakan tanggung jawab sosialnya, begitupun dengan Nestle. Nestle memiliki karakteristik dalam proses implementasi CSV-nya, sebagai berikut :
a. Pemberdayaan Nestle melakukan pemberdayaan terhadap petani kopi untuk menghasilkan kualitas dan produktivitas kopi yang lebih baik. Pemberdayaan tersebut berfokus pada pembinaan petani kopi dimana telah memberikan keahlian terhadap petani kopi dalam mengelola perkebunan kopinya masing- masing. Pemberdayaan dimulai dengan pembentukan Kelompok Usaha Bersama (KUB) yang terdiri dari 100 (seratus) sampai 1000 (seribu) petani kopi dalam satu KUB. Kemudian dilakukannya pelatihan terhadap petani kopi melalui aktivitas yang disebut sebagai Sekolah Lapang. Sekolah Lapang tersebut menjadi wadah untuk para petani kopi untuk mendapatkan pelatihan khusus dalam upaya meningkatkan produktivitas dan kualitas kopi.
b. Kemitraan Kemitraan yang dilakukan oleh Nestle dengan petani kopi telah memberikan dampak yang signifikan terhadap peningkatan kesejahteraan petani kopi, terutama dari segi ekonomi di Kabupaten Tanggamus dan Kabupaten Lampung Barat. Kemitraan yang dilaksanakan tersebut memiliki ciri khas tersendiri, sebagai berikut :
1) Kemitraan Antara Nestle Dan Petani Kopi Tidak Mengikat Secara Hukum
Dalam pelaksanaan kemitraan, Nestle dengan petani kopi tidak memiliki ikatan secara hukum baik tertulis maupun tidak tertulis. Nestle mempercayai bahwa dalam melakukan kegiatan sosial, tidak perlu harus menuntut suatu imbalan dari masyarakat. CSV sebagai sebuah program CSR Nestle merupakan sebuah tanggung jawab moral perusahaan terhadap masyarakat, terutama petani kopi. Nestle melakukan CSV-nya sesuai dengan bisnis yang dilaksanakannya, yaitu berkaitan dengan kopi yang diolah dan dikemas menjadi kopi instan. Tujuan Nestle adalah memberikan edukasi terhadap petani kopi mengenai pengolahan kopi dengan baik dan berkualitas, baik dari penanaman, perawatan, hingga panen dan pasca panen. Meskipun Nestle melakukannya secara sukarela, namun Nestle selalu menghimbau kepada petani kopi untuk mengikuti pelatihan atau sekolah lapang yang diadakan oleh Nestle dengan baik.
Nestle secara tidak langsung menerapkan Asas Kesukarelaan, dimana maksud dari kesukarelaan adalah melakukan sesuatu dengan kemauan sendiri atau atas kehendak sendiri (bukan karena paksaan), tanpa pamrih, mengutamakan kewajiban daripada hak, pengabdian, serta tanggung jawab. Sehingga dalam pelaksanaannya, seperti halnya dengan Nestle, petani kopi pun secara sukarela tanpa paksaan mengikuti pelatihan yang dilakukan oleh Nestle.
2) Petani Kopi Tidak Memiki Kewajiban Menjual Kopi Kepada Nestle Ketidakterikatan Nestle dengan petani kopi secara hukum menjadi alasan fundamental bahwa petani kopi tidak memiliki hak dan kewajiban yang harus dipenuhi, artinya semua kegiatan yang CSV dilakukan secara sukarela. Hal tersebut berimplikasi pada proses penjualan kopi, dimana tidak ada sebuah kewajiban untuk petani kopi menjual kopinya kepada Nestle. Petani kopi sebagai mitra memiliki hak untuk menjual hasil panen kopinya secara bebas, tidak terbatas hanya kepada Nestle. Hal ini menjadi unik karena meskipun Nestle menjadi pembina petani kopi secara intensif dan berkelanjutan, namun nyatanya Nestle tidak menuntut petani kopi untuk menjual hasil panen kepada Nestle. Dalam hal ini, Nestle melaksanakan kemitraan berdasarkan Asas Kebebasan Menjual, dimana petani kopi diberikan sebuah kebebasan untuk menjual hasil panennya kepada siapapun tanpa harus terikat dengan Nestle.
Dalam proses pembelian kopi, Nestle membeli kopi kepada mitra dengan harga internasional yang terkadang fluktuatif. Petani kopi pun terkadang menjual hasil panennya kepada pihak lain seperti di pasar atau kepada individu/rumah tangga atau bahkan dengan eksportir dengan harga yang relatif sama atau lebih tinggi dari pada yang ditawarkan Nestle. Bahkan petani kopi memiliki kebebasan untuk menjual kopinya kepada Nestle lagi setelah menjual kepada individu/rumah tangga atau eksportir. Sehingga, hal tersebut memiliki keuntungan tersendiri untuk petani kopi dalam memilih pihak mana yang lebih memberikan keuntungan terkait harga kopi.
2. Implementasi Konsep CSV sebagai Program CSR Nestle dalam Upaya Peningkatan Kesejahteraan Stakeholder Dalam menerapkan CSV sebagai program CSR-nya tersebut, Nestle berpedoman pada peraturan-peraturan terkait, baik daerah maupun nasional. Pengaturan CSR terdapat dalam Pasal 74 UUPT. Pasal 74 ayat (1) menyebutkan bahwa Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya manusia alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan. Dalam penjelasan Pasal 74 dengan tegas disebutkan bahwa menjadi sebuah kewajiban pelaksanaan CSR bagi perusahaan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam ini tidak hanya melihat pada bisnis ini (core bussiness).
Nestle memiliki langkah-langkah tertentu dalam melakukan kemitraan dan pembinaan terhadap petani kopi, yaitu sebagai berikut :
a. Pembentukan KUB Dalam menerapkan CSV, Nestle bermitra dengan petani kopi yang ada di Tanggamus dan Lampung Barat. Di daerah Tanggamus sudah dimulai sejak Tahun 1990 dan saat ini memiliki 9 KUB dengan jumlah total terdapat 16. petani kopi yang tergabung. Sedangkan di Lampung Barat baru dimulai sejak tahun 2014 dan saat ini terdapat 1 KUB yang terdiri dari kurang lebih 1500 petani kopi.
b. Pelatihan dan Monitoring Dalam bermitra, Nestle memiliki Tim Khusus yang mendampingi proses pembinaan berupa pelatihan dan monitoring petani kopi dari awal hingga akhir pengelolaan perkebunan kopi. Tim tersebut adalah Tim Agriservice, yang memiliki 3 tugas utama, antara lain :
Program Sertifikasi 4C ( Common Code for the Coffee Community ) Program ini berfokus untuk melakukan pembinaan terhadap petani agar mendapat sertifikasi 4C, yaitu sertifikasi internasional dan sudah diakui di seluruh dunia. Salah satu untuk mendapatkan sertifikasi 4C adalah dengan mengaudit lahan yang digunakan oleh petani kopi, misalnya bukan lahan konservasi, hutan lindung, ataupun lahan register. Setelah mendapatkan sertifikasi 4C, maka harga kopi akan menjadi lebih tinggi atau premi. Harga kopi per kilo akan meningkat senilai Rp. 500,- (lima ratus rupiah). Penjualan kopi tersebut biasanya dicatat terlebih dahulu dan dibayarkan akhir tahun oleh Nestle.
Program Nursery (Perawatan dan Pembibitan)
Pada kegiatan ini, Nestle berfokus pada melakukan pembinaan dan menyediakan bibit kopi yang berkualitas, yang memiliki hasil panen yang lebih baik dan usia panen yang lebih pendek, bahkan memiliki daya tahan yang kuat terhadap hama.
Nestle melakukan pembinaan kepada petani berupa Sekolah Lapang ini, dimana petani dibimbing oleh petani ahli yang telah mendapatkan pelatihan khusus oleh lembaga sertifikasi atau yang disebut Petani Internal Control System (ICS). ICS akan melakukan monitoring terhadap KUB setiap satu bulan sekali. Sekolah Lapang diberikan kepada petani secara rutin, yaitu enam kali pertemuan dengan enam modul pelatihan dalam setahun, artinya komitmen Nestle untuk melakukan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan sangatlah tinggi dan berkesinambungan.
c. Evaluasi
Sebelum menerapkan konsep CSV, Nestle memasok kopi dari Tanggamus dan Lampung Selatan. Dahulu, petani kopi memiliki kualitas kopi yang sangat rendah dan juga harga yang tidak kompetitif. Kopi pun biasanya dijual ke penampung, penampung ke tengkulak, sehingga harga kopi yang diambil dari petani sangat rendah. Namun saat ini, petani kopi bisa langsung menjual ke Nestle dengan standar harga internasional dimana petani kopi juga bisa meangakses harga kopi secara online. Saat ini, harga yang ditawarkan Nestle ke petani kopi sebesar Rp. 23.000,- (dua puluh tiga ribu rupiah) sampai Rp.24.000,- (dua puluh empat ribu rupiah).
Setiap akhir tahun Nestle akan melakukan evaluasi mengenai program CSV berupa audit terhadap kualitas dan kelayakan kopi.^19 Nestle pun memiliki kriteria kopi yang layak untuk diproduksi, yaitu :
a. Defect merupakan keadaan kopi dimana sudah tidak sempurna lagi bentuk fisiknya. Nestle tidak menerima kopi dengan kondisi cacat, seperti gosong, pecah, dan tidak berisi.
b. Humidity merupakan kualitas kelembaban kopi di mana kopi hanya diterima dengan tingkat kelembaban kopi berkisar dari 1% (satu persen) sampai 3% (tiga persen) dalam 1 (satu) lot.
c. Foreign Body merupakan benda asing yang terdapat dalam kopi. Kopi harus bersih dari benda asing seperti daun, kerikil, batu, pasir, kayu, dan benda asing lainnya.
d. Cup Taste merupakan sebuah rasa dan aroma dari kopi. Kopi harus memiliki rasa yang original atau alami, tanpa ada campuran rasa lain atau dari benda asing lainnya.
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian hasil penelitian dan pembahasan maka kesimpulan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
A. Literatur
Azheri, Busyra. 2011. Corporate Social Responsibility (Dari Voluntary menjadi Mandatory) , Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Hadi, Nor. 2011. Corporate Social Responsibility. Yogyakarta: Graha Ilmu
Hartono, Sri Redjeki. 2000. Kapita Selekta Hukum Ekonomi , Jakarta: CV Mandar Maju
Kasali, Rhenald. 2005. Manajemen Public Relations. Jakarta: Ghalia Indonesia
Keraf, A. Sonny. 1998. Etika Bisnis: Tuntutan dan Relevansinya. Yogyakarta:
Mamuji, Sri. 2006. Teknik Menyusun Karya Tulis Ilmiah. Jakarta: UI Press
Mardikanto, Totok. 2014. Corporate Social Responsibility (Tanggung Jawab Sosial Korporasi). Bandung: ALVABETA
Muhammad, Abdulkadir. 2004 Hukum dan Metode Penelitian Hukum , Bandung:
PT. Citra Aditya Bakti
Mursita, Tirta N., et al. 2011. Corporate Social Responsibility (CSR) di Indonesia. Jakarta: Institute for Development of Economic and Finance
Nurdizal, M. Rachman, et al. 2011. Panduan Lengkap Perencanaan CSR. Bogor:
Penebar Swadaya