Docsity
Docsity

Prepare for your exams
Prepare for your exams

Study with the several resources on Docsity


Earn points to download
Earn points to download

Earn points by helping other students or get them with a premium plan


Guidelines and tips
Guidelines and tips

permasalahan pekerja dalam industri kerajinan perhiasan, Schemes and Mind Maps of Mathematical finance

dengan mengetahui permaslahan yang dialami pekerja diharapkan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut

Typology: Schemes and Mind Maps

2020/2021

Uploaded on 10/18/2022

mahasiswakupukupu
mahasiswakupukupu 🇮🇩

1 document

1 / 9

Toggle sidebar

This page cannot be seen from the preview

Don't miss anything!

bg1
PREVALENSI KELUHAN SUBYEKTIF ATAU KELELAHAN KARENA SIKAP KERJA YANG TIDAK
ERGONOMIS PADA PENGRAJIN PERAK
Joko Susetyo1, Titin Isna Oes1, Suyasning Hastiko Indonesiani2
1Jurusan Teknik Industri IST AKPRIND, 2Fakultas Kedokteran UDAYANA
email : joko_susetyo@akprind.ac.id
ABSTRACT
Industrial production process of silver handicraft is conventionally done and will be succeed if
supported by qualified craftsmen. It is determined by some criteria such as the craftsmen health and
fitness, the work organization and work system, including break time, natural work attitude, and good
work environment.
The goal of this research, in general, is meant to study about the work activity of female silver
craftsmen in small scale silver industry in Singapadu village, Sukawati district, Gianyar regency. In
particular, this research is focused on figuring out how far unergonomic work attitude influences the
fatigue of female silver craftsmen in in Singapadu village, Sukawati district, Gianyar regency. Hopefully,
the research finding can be used as scientific and technological references, in general, and especially
it can become input for both the craftsmen and the employer to learn the physiological effects of
unergonomic work attitude.
The finding shows that the subjective complaint by female silver craftsmen in Singapadu
village is classified into three groups, those are: a. the decline of the craftsmen’s activity resulting in
the whole body fatigue (66,7 percent); heavy legs (40 percent); runny eyes (60 percent); and the
desire to lay down (66,7 percent), b. the craftsmen’s motivation is shown mostly by difficulty
concentration (66,8 percent), c. the craftsmen’s physical fatigue causing stiffness in the shoulders
(66,7 percent); back head pain (46,7 percent); eye lid spasm (56,7 percent); and the backache (66,7
percent). The factors causing the subjective complaints are the unnatural working attitude and the
intensive improper work environment. The subjective complaints come up because of general and
local fatigue.
Key words: Prevalence, Subjective complaints, Ergonomic
INTISARI
Proses produksi industri kecil kerajinan perak dikerjakan secara konvensional dan akan lancar
apabila didukung oleh sumber daya manusia sebagai pengrajin yang berkualitas. Hal ini ditentukan
oleh beberapa kriteria antara lain kesehatan dan kebugaran para pengrajin, organisasi dan sistem
kerja termasuk waktu istirahat, sikap kerja yang alamiah, lingkungan kerja yang baik..
Penelitian ini bertujuan secara umum untuk mengetahui aktivitas kerja pengrajin perak wanita
industri kecil kerajinan perak di Desa Singapadu Kecamatan Sukawati Kabupaten Gianyar. Secara
khusus mengetahui seberapa jauh pengaruh sikap kerja yang tidak ergonomis terhadap kelelahan
pengrajin perak wanita, sedangkan hasil/temuan penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai kajian ilmu
pengetahuan dan teknologi pada umumnya dan secara khusus dapat dimanfaatkan sebagai masukan
bagi para pengrajin dan pemilik usaha untuk memahami lebih dalam tentang respon fisiologis
terhadap sikap kerja yang tidak ergonomis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelelahan yang dinilai dengan keluhan subyektif yang
terjadi pada pengrajin perak wanita dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu : a. Pelemahan
kegiatan dengan presentasi yang tinggi pada lelah seluruh tubuh (66,7%); kaki berat (40%); mata
berair (60%) dan mau berbaring (66,7%) b. Pelemahan motivasi dengan presentasi tinggi pada tak
dapat konsentrasi (66,8%) c. Kelelahan fisik , dengan presntasi tinggi pada kekakuan di bahu
( 66,7%); merasa nyeri di belakang kepala (46,7%) ; spasme kelopak mata (56,7%) dan nyeri di
punggung (66,7%). Penyebab dari keluhan subyektif ini adalah sikap kerja yang kurang alamiah dan
intensitas lingkungan kerja yang kurang memadai. Keluhan subyektif tadi karena adanya baik
kelelahan umum maupun kelelahan lokal.
Kata kunci : Prevalensi, Keluhan Subyektif, Ergonomis
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kerajinan perak merupakan salah satu
industri kecil yang banyak menyerap tenaga
kerja baik wanita maupun pria yang
mempunyai ketrampilan khusus yaitu
membuat perhiasan dari perak termasuk
perhiasan emas. Perhiasan perak yang
dihasilkan diekspor ke berbagai negara di
seluruh dunia.
Proses produksi industri kecil
kerajinan perak dikerjakan secara
Susetyo, Prevalensi Keluhan Subyektif atau Kelelahan Karena Sikap Kerja… 141
pf3
pf4
pf5
pf8
pf9

Partial preview of the text

Download permasalahan pekerja dalam industri kerajinan perhiasan and more Schemes and Mind Maps Mathematical finance in PDF only on Docsity!

PREVALENSI KELUHAN SUBYEKTIF ATAU KELELAHAN KARENA SIKAP KERJA YANG TIDAK

ERGONOMIS PADA PENGRAJIN PERAK

Joko Susetyo^1 , Titin Isna Oes^1 , Suyasning Hastiko Indonesiani^2 (^1) Jurusan Teknik Industri IST AKPRIND, 2 Fakultas Kedokteran UDAYANA email : joko_susetyo@akprind.ac.id

ABSTRACT Industrial production process of silver handicraft is conventionally done and will be succeed if supported by qualified craftsmen. It is determined by some criteria such as the craftsmen health and fitness, the work organization and work system, including break time, natural work attitude, and good work environment. The goal of this research, in general, is meant to study about the work activity of female silver craftsmen in small scale silver industry in Singapadu village, Sukawati district, Gianyar regency. In particular, this research is focused on figuring out how far unergonomic work attitude influences the fatigue of female silver craftsmen in in Singapadu village, Sukawati district, Gianyar regency. Hopefully, the research finding can be used as scientific and technological references, in general, and especially it can become input for both the craftsmen and the employer to learn the physiological effects of unergonomic work attitude. The finding shows that the subjective complaint by female silver craftsmen in Singapadu village is classified into three groups, those are: a. the decline of the craftsmen’s activity resulting in the whole body fatigue (66,7 percent); heavy legs (40 percent); runny eyes (60 percent); and the desire to lay down (66,7 percent), b. the craftsmen’s motivation is shown mostly by difficulty concentration (66,8 percent), c. the craftsmen’s physical fatigue causing stiffness in the shoulders (66,7 percent); back head pain (46,7 percent); eye lid spasm (56,7 percent); and the backache (66, percent). The factors causing the subjective complaints are the unnatural working attitude and the intensive improper work environment. The subjective complaints come up because of general and local fatigue.

Key words : Prevalence, Subjective complaints, Ergonomic

INTISARI Proses produksi industri kecil kerajinan perak dikerjakan secara konvensional dan akan lancar apabila didukung oleh sumber daya manusia sebagai pengrajin yang berkualitas. Hal ini ditentukan oleh beberapa kriteria antara lain kesehatan dan kebugaran para pengrajin, organisasi dan sistem kerja termasuk waktu istirahat, sikap kerja yang alamiah, lingkungan kerja yang baik.. Penelitian ini bertujuan secara umum untuk mengetahui aktivitas kerja pengrajin perak wanita industri kecil kerajinan perak di Desa Singapadu Kecamatan Sukawati Kabupaten Gianyar. Secara khusus mengetahui seberapa jauh pengaruh sikap kerja yang tidak ergonomis terhadap kelelahan pengrajin perak wanita, sedangkan hasil/temuan penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai kajian ilmu pengetahuan dan teknologi pada umumnya dan secara khusus dapat dimanfaatkan sebagai masukan bagi para pengrajin dan pemilik usaha untuk memahami lebih dalam tentang respon fisiologis terhadap sikap kerja yang tidak ergonomis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelelahan yang dinilai dengan keluhan subyektif yang terjadi pada pengrajin perak wanita dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu : a. Pelemahan kegiatan dengan presentasi yang tinggi pada lelah seluruh tubuh (66,7%); kaki berat (40%); mata berair (60%) dan mau berbaring (66,7%) b. Pelemahan motivasi dengan presentasi tinggi pada tak dapat konsentrasi (66,8%) c. Kelelahan fisik , dengan presntasi tinggi pada kekakuan di bahu ( 66,7%); merasa nyeri di belakang kepala (46,7%) ; spasme kelopak mata (56,7%) dan nyeri di punggung (66,7%). Penyebab dari keluhan subyektif ini adalah sikap kerja yang kurang alamiah dan intensitas lingkungan kerja yang kurang memadai. Keluhan subyektif tadi karena adanya baik kelelahan umum maupun kelelahan lokal.

Kata kunci : Prevalensi, Keluhan Subyektif, Ergonomis

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kerajinan perak merupakan salah satu industri kecil yang banyak menyerap tenaga kerja baik wanita maupun pria yang mempunyai ketrampilan khusus yaitu

membuat perhiasan dari perak termasuk perhiasan emas. Perhiasan perak yang dihasilkan diekspor ke berbagai negara di seluruh dunia. Proses produksi industri kecil kerajinan perak dikerjakan secara

Susetyo, Prevalensi Keluhan Subyektif atau Kelelahan Karena Sikap Kerja… 141

konvensional dan akan lancar apabila didukung oleh sumber daya manusia sebagai pengrajin yang berkualitas. Hal ini ditentukan oleh beberapa kriteria antara lain kesehatan dan kebugaran para pengrajin, organisasi dan sistem kerja termasuk waktu istirahat, sikap kerja yang alamiah, lingkungan kerja yang baik. Apabila semua faktor ini mendukung, kesehatan yang optimal tercapai sehingga efisiensi kerja dan produktivitas akan meningkat. Apabila beberapa faktor tersebut kurang mendukung maka akan terjadi sikap kerja yang tidak alamiah dan lingkungan yang kurang baik sehingga cepat menimbulkan rasa nyeri beberapa otot rangka yang akhirnya para pengrajin merasa lelah yang manefestasinya adalah keluhan subyektif pengrajin perak tersebut. Pada studi pendahuluan di lapangan sebagian besar sikap kerja pengrajin perak wanita adalah sikap kerja statis yaitu sikap duduk di kursi menghadap meja dan punggung membungkuk, kaki kanan digunakan untuk menekan pompa kompor yang dipergunakan untuk mematri produk perhiasan. Sikap kerja ini dilakukan rerata 8-9 jam/hari dan sekali- kali berdiri untuk mengambil sesuatu yang dibutuhkan termasuk waktu istirahat makan atau minum. Beban kerja statis ini menyebabkan kelelahan otot rangka disamping otot-otot mata karena harus selalu melihat benda kerja yang relatif kecil dan ini tergantung pada model perhiasaan yang diproduksi, beban kerja ini akan lebih parah lagi apabila lingkungan dan sikap kerja yang tidak ergonomis. Beban sikap tubuh statis yang lama menjadi faktor yang utama dalam kehidupan modern, yang menjadi penyebab nyeri otot rangka akibat kerja ( Chavalitsakulchai & Shahnavas ,1992). Sikap tubuh seseorang pada waktu menjalankan tugas ditentukan oleh hubungan antara dimensi berbagai objek kerja dan ruang kerja. Ketidakserasian ini selain akan menyebabkan nyeri otot-otot rangka juga akan menyebabkan kelelahan. Di Amerika Serikat keluhan nyeri otot-otot rangka merupakan salah satu penyakit akibat kerja sehingga menyebabkan penderitaan tenaga kerja, penurunan produktivitas dan kerugian ekonomi, penyebab kerja yang tidak alamiah sebagai akibat tidak betulnya design tempat kerja (kursi dan meja) menyebabkan hampir sebagian besar tenaga kerja menderita “ Musculosketal Disorder ” dan “ Low Back Pain ” (Manuaba, 1995).. Penelitian Suyasning terhadap pengrajin perak wanita di Desa Celuk (1995) didapatkan prevalensi 55% nyeri otot- otot paha, kemungkinan karena mereka bekerja duduk di kursi yang tidak ada

sandaran punggung. Penyebab cepat timbulnya kelelahan selain faktor tersebut di atas juga karena faktor-faktor antara lain umur, jenis kelamin, ukuran anthropometri, kesegaran jasmani, sosial dan mental. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah maka penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : Apakah sikap kerja yang tidak ergonomis pengrajin perak wanita mempengaruhi kelelahan.

C. Tujuan dan Manfaat 1 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan secara umum untuk mengetahui aktivitas kerja pengrajin perak wanita industri kecil kerajinan perak di Desa Singapadu Kecamatan Sukawati Kabupaten Gianyar. Secara khusus mengetahui seberapa jauh pengaruh sikap kerja yang tidak ergonomis terhadap kelelahan pengrajin perak wanita di Desa Singapadu Kecamatan Sukawati Kabupaten Gianyar. 2 Manfaat Penelitian Hasil/temuan penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai kajian ilmu pengetahuan dan teknologi pada umumnya dan secara khusus dapat dimanfaatkan sebagai masukan bagi para pengrajin dan pemilik untuk memahami lebih dalam tentang respon fisiologis terhadap sikap kerja yang tidak ergonomis.

D. Tinjauan Pustaka

1. Industri Kecil Kerajinan Perak Industri kecil kerajinan perak merupakan salah satu industri yang banyak menyerap tenaga kerja karena proses kerjanya lebih banyak dilakukan secara manual. Hasil akhir dari proses produksi adalah berbagai cendera mata, model assoseries berupa kalung, cincin, bross yang berbentuk aneka ragam bunga-bunga, hewan, tanaman serta benda-benda yang bernilai artistik dan lain sebagainya. Bahan-bahan terdiri campuran perak murni (92,5 %) dan tembaga ( 7,5 %). Produk ini dibuat berdasarkan pesanan para importir maupun desain sendiri. Tetapi para importir lebih banyak menentukan model yang akan dibuat beserta standar kualitasnya. Oleh karena itu para pengrajin akan bekerja berdasarkan pesanan bentuk, fungsi, jumlah dan standar yang sudah ditetapkan. Importir memiliki beberapa persyaratan yang wajib diikuti oleh para pengrajin, yaitu ketepatan standar produk dan ketepatan waktu pengiriman. Importir dapat menolak produk yang dipesan bila tidak sesuai dengan standar yang diminta. Hal ini akan

142 Jurnal Teknologi, Volume. 1 Nomor 2 , Desember 2008, 141-

diberlakukan bila ada pekerjaan yang harus selesai tepat waktu. Makan siang dilaksanakan saat istirahat siang, sementara saat makan makanan ringan diatur sendiri-sendiri. Makanan dan makanan/minuman ringan di bawa sendiri. Bila bekerja lembur, maka makan malam disiapkan oleh pemilik industri.

F (^) o

F (^) b

T

dot dbt

a. Sikap kerja Sikap kerja pengrajin hendaknya diusahakan dalam posisi fisiologis seperti saat duduk dan berdiri, sehingga tidak sampai menimbulkan sikap paksa yang melewati kemampuan fisiologis tubuh (Grandjean & Kroemer, 2000; Manuaba, 1998c). Tujuannya mencegah kontraksi otot dan peregangan tendo secara berlebihan (overuse). Sikap paksa dapat terjadi pada berbagai sikap seperti saat memegang, angkat angkut, duduk, mengambil alat, berdiri ataupun akibat ruang kerja yang tidak sesuai dengan pekerja (Adnyana, 2001; Chung, dkk.2003; Dempsey, 2003; Ferreira, 2005; Fergusson, dkk.; 2005; Sutajaya, 2000). Perubahan sikap merupakan suatu adaptasi tubuh untuk mempertahankan suatu gaya yang timbul pada saat berkontraksi untuk suatu sikap seperti saat membungkuk, mengangkat beban, menahan beban dan lain sebagainya. Hal ini dipengaruhi oleh penampang otot, posisi otot serta insersi tendo pada tulang. Secara biomekanika hal ini bertujuan mempertahankan keseimbangan antara gaya yang ditimbulkan oleh beban dan gaya yang dihasilkan oleh otot untuk mempertahankan beban secara seimbang pada suatu titik tumpu. Oleh karena perbandingan momen gaya beban dengan momen gaya otot harus seimbang. Momen gaya merupakan hasil perkalian gaya beban / otot dengan jarak dari beban/otot ke titik sumbu (Widjaya, 1998) seperti persamaan di bawah ini.

Fb x dbt = Fo x dot ....................... (1)

Keterangan : Fb / Fo = gaya beban / otot (Newton) dbt / do = jarak beban / otot ke titik tumpu(meter) Berdasarkan persamaan (1) tersebut, maka makin jauh jarak suatu beban / otot dari titik tumpu, maka momen yang dihasilkan makin besar. Sehubungan dengan sikap kerja, maka makin jauh jarak anggota badan atau badan dari titik tumpu / sumbu badan maka momen yang dihasilkan akan makin besar (Gambar. 1)

Gambar 1. Keseimbangan momen gaya antara gaya beban dan gaya otot

Akibatnya otot akan berkontraksi lebih kuat untuk menghasilkan momen yang lebih besar. Hal ini membutuhkan banyak energi dan lebih mudah menimbulkan kelelahan. Pada awalnya sikap paksa dapat diadaptasi, tetapi bila berlangsung lama akan dapat menimbulkan berbagai keluhan muskuloskeletal.

b. Sikap Kerja yang Ergonomis Sikap kerja pengrajin perak adalah duduk di kursi menghadap meja kerja, dimana kerja dilakukan dengan menggunakan tangan dan mata yang membutuhkan ketrampilan khusus. Jadi termasuk sikap kerja statis dalam waktu yang relatif lama dibandingkan sikap kerja yang dinamis. Semua aktifitas kerja otot ini dilakukan oleh sekelompok otot-otot secara simultan yang dikoordinasikan oleh saraf baik saraf pusat maupun perifer secara efisien dan menimbulkan keterampilan tertentu. Kekuatan maksimum otot atau kelompok otot tergantung dari: umur, sex, konstitusi tubuh, latihan dan motivasi. Bebas statis pada otot merupakan sebab utama nyeri dan lelah oleh karena itu tata ruang sikap kerja harus dibuat sedemikian rupa sehingga beban kerja seminimal mungkin. Menurut Grandjean, 1998, tujuh (7) petunjuk ergonomis yang membuat beban “ minimized ” adalah:

  1. Mencegah semua bentuk sikap kerja yang tidak alamiah, misalnya badan selalu membungkuk, kepala lebih banyak menoleh kesamping daripada ke depan.
  2. Mencegah tangan atau lengan terlalu lama pada posisi ke depan atau ke samping. Misalnya: operator yang mengoperasikan mesin yang sedang berjalan.
  3. Kerja duduk yang terlalu lama.
  4. Gerak satu tangan/lengan yang statis, merupakan beban otot.
  5. Lingkungan kerja dengan meja. Jarak mata dengan pekerjaan harus baik, jangan terlalu dekat.
  6. Alat-alat yang dipakai kerja harus mudah dijangkau bila perlu. Jarak dengan mata dan alat-alat tadi adalah 25-30 cm.
  7. Kerja dengan tangan dapat dipergunakan penopang di bawah lengan dan siku.

144 Jurnal Teknologi, Volume. 1 Nomor 2 , Desember 2008, 141-

c. Penggunaan tenaga otot Proses kerja pengrajin secara manual akan memerlukan penggunaan tenaga otot sebagai tenaga utama. Kekuatan otot ditentukan oleh sifat dari sel otot itu sendiri. Sel otot skeletal ada 2 tipe yaitu otot merah dan otot putih. Kontraksi otot merah berlangsung lambat dan dalam waktu lama, karena memiliki pembuluh intramuskular lebih banyak dibandingkan dengan otot putih yang mampu berkontraksi cepat dalam waktu singkat (Guyton & Hall, 2000; Silverthorn, 2001). Kontraksi otot memerlukan energi dan menghasilkan zat sisa metabolisme (Cummings, 2003). Kontraksi otot timbul akibat eksitasi akson terminal ke sel otot, melalui eksositosis asetilkolin pra sinaps. Kontak asetilkolin dengan reseptor pasca sinaps merangsang aliran ion natrium ekstrasel ke intrasel sehingga terjadi potensial aksi di dalam sel otot seperti di sarkolema, tubulus transversalis, tubulus longitudinalis dan sisterna. Potensial aksi di sisterna akan merangsang sekresi kalsium sisterna ke dalam miofilamen otot skeletal sehingga terjadi ikatan kalsium – tranponin C. Ikatan troponin C – kalsium akan merangsang terjadinya kontak aktin dan miosin sehingga terjadi pergeseran aktin di atas miosin (sliding mechanism) dan timbul kontraksi otot (Guyton & Hall, 2000).

Selama proses kontraksi otot akan diperlukan ATP untuk menjamin terjadinya : (1) pergeseran aktin di atas miosin, (2) pelepasan kontak aktin dan miosin serta (3) mengembalikan ion kalsium ke sisterna dengan pompa kalsium. Ketersediaan energi ini tergantung pada ketersediaan oksigen dan zat makanan yang dihantarkan oleh sirkulasi intramuskular. Kontraksi kontinyu dan monoton akan menyebabkan oklusi intramuskular sehingga mengurangi produksi ATP menjadi 2 mol dan terbentuk asam laktat akibat metabolisme anaerobik (Guyton & Hall, 2000; Grandjean & Kroemer, 2000; Cummings, 2003). Penurunan energi dan akumulasi asam laktat akan mempercepat timbulnya kelelahan dan rasa nyeri (Guyton & Hall, 2000).

Oleh karena itu otot yang berkontraksi perlu mendapat relaksasi optimal, sehingga oklusi dapat dihindari dan sirkulasi intramuskular kembali optimal. Hal ini akan mengembalikan metabolisme sel menjadi metabolisme aerobik (Gambar 2). Dengan demikian asam laktat dapat dikonversi kembali dan ATP yang terbentuk menjadi 36 ATP, sehingga kontraksi otot dapat berlangsung lebih lama.

Gambar 2. Sumber pembentukan ATP(Cummings, 2003) Penggunaan otot anggota gerak atas dan punggung diperlukan saat menghaluskan dan mengecat model. Sementara itu otot-otot tungkai bawah bersifat menopang tubuh pada saat bekerja. Demikian pula otot pantat dan bokong yang banyak diperlukan untuk duduk.

d. Kelelahan 1). Pengertian Kelelahan Istilah fatigue atau kelelahan dipakai untuk menggambarkan berbagai kondisi yang sangat bervariasi yang semuanya berakibat penurunan kapasitas dan ketahanan kerja. Konsep kelelahan yang sudah dikenal saat ini membedakan atas dua jenis kelelahan yaitu kelelahan otot dan kelelahan umum atau

general fatigue. Kelelahan otot terjadi apabila otot yang beraktifitas tidak lagi dapat berespon terhadap rangsangan dengan tingkat aktivitas kontraktil yang setara. Kelelahan umum diartikan sebagai sensasi kelelahan yang dirasakan secara umum oleh tubuh. Tubuh dirasakan terhambat dalam melakukan aktifitas, kehilangan keinginan untuk melakukan tugas-tugas fisik maupun mental, merasa berat, ngantuk dan letih. Kelelahan umum dapat diakibatkan oleh efek dari berbagai stress berupa monotony, intensitas atau durasi dari beban kerja mental atau mental dan fisik, iklim lingkungan termasuk penerangan dan

Susetyo, Prevalensi Keluhan Subyektif atau Kelelahan Karena Sikap Kerja… 145

tinggi badan dikurangi 100 ± (hasil pengurangan dikalikan 10%). Jika dilakukan perbandingan antara berat badan dan tinggi badan, maka rerata subyek penelitian berada pada kategori berat badan ideal.

3. Umur Hasil analisis deskriptif terhadap 30 orang pengrajin wanita industri kecil kerajinan perak menunjukkan bahwa rerata umur subyek adalah 23,7 ± 3,25 tahun dengan rentangan umur 20 – 30 tahun. Rentangan umur ini merupakan rentangan umur yang produktif seperti yang dinyatakan dalam Undang Undang Tenaga Kerja Indonesia bahwa usia produktif tenaga kerja berkisar antara 15 – 60 tahun. Rentangan umur subyek tersebut sesuai fisik optimal untuk melakukan pekerjaan. Grandjean (1988) mengatakan bahwa kondisi umur berpengaruh terhadap kemampuan kerja fisik atau kekuatan otot seseorang. Kemampuan fisik maksimal seseorang dicapai pada umur antara 25 – 39 tahun dan akan terus menurun seiring dengan bertambahnya umur. Atas dasar uraian tersebut maka umur semua pengrajin yang menjadi subyek peneliti dapat dikatakan memiliki kapasitas kerja yang optimal,

sehingga pengaruh umur terhadap pekerjaan dapat diabaikan.

4. Pengalaman kerja Pengalaman kerja merupakan faktor yang berpengaruh terhadap ketrampilan mematri kerajinan perak. Berdasarkan hasil analisis deskriptip diperoleh rerata pengalaman kerja subyek adalah 2,72 ± 1, tahun. dengan rentangan 1,00 – 7,00 tahun. Dari pengalaman kerja ini dapat dinyatakan bahwa subyek sudah berpengalaman di dalam pekerjaan mematri, dengan demikian sudah beradabtasi dengan kondisi kerja yang dihadapinya. Pengalaman kerja juga akan dapat membedakan pengaruh kondisi kerja terhadap dampak yang mungkin timbul terhadap dirinya sendiri (Manuaba, 1992). 5. Lingkungan Kerja Adapun lingkungan kerja yang diperiksa pada pukul 10.00 wita seperti dalam tabel 2. di bawah ini. Kondisi lingkungan di tempat penelitian adalah dengan suhu basah di tempat penelitian adalah 26,6 OC, suhu kering 29,7 OC, suhu bola 29,6 OC. data ini dijadikan acuan untuk menentukan kelembaban relatif pada tabel psikometri sehingga diperoleh kelembaban relatif sebesar 79,6 %. Tabel 2. Lingkungan kerja perajin perak wanita di Desa Singapadu Intensitas cahaya (Lux)

Suhu kering ( O^ C )

Suhu basah ( O^ C )

Suhu bola ( O^ C )

Kelembaban relatif ( % )

WBGT

( O^ C )

Sumber: Data Primer Manuaba (1983) menyatakan batas kenyamanan lingkungan kerja untuk di luar ruangan, suhu antara 22 OC – 28 OC dengan kelembaban relatif antara 70 – 80 %. Untuk lingkungan klimat WBGT 27, 5 O (^) C adalah masih alamiah tetapi tidak berada

dalam comfort zone. Untuk itu diperlukan ventilasi yang lebih memadai di dalam stasiun kerja. ( Gambar 3)

Gambar 3. Sikap kerja dan stasiun kerja

Pada intensitas cahaya yang lemah (agak gelap) punctum remotum menjadi lebih dekat dimana normalnya 6 meter; sedangkan punctum proximum juga menurun , pada waktu

yang bersamaan akomodasi dan presisi menurun. Adapun punctum proximum yang normal pada tabel 3 di bawah ini. Berarti makin tua umur seseorang maka punctum proximum makin jauh , sehingga perlu kacamata positip sesuai dengan umur. Tabel 3. Rerata punctum proximum ( near point ) pada mata yang berbeda Pada umur 16 tahun 8 cm 32 tahun 12,5 cm 44 tahun 25 cm 50 tahun 50 cm 60 tahun 100 cm Sumber: Grandjean, 1988

Rentangan jarak antara mata dan objek pada penelitia ini adalah 15 – 40 cm jadi masih dalam rentangan normal. Karena pada semua subyek tidak ada yang memakai kacamata; jadi selama bekerja mata subyek terus menerus berakomodasi , itulah sebabnya mereka banyak yang mengeluh pada mata. Sehingga keluhan pada mata menduduki presentase yang tertinggi, diantaranya merasa beban mata ( mata nek/kelopak mata

Susetyo, Prevalensi Keluhan Subyektif atau Kelelahan Karena Sikap Kerja… 147

terasa berat, mata berair, sakit disekitar mata, dan mata kabur). Hasil uji kelelahan berdasarkan jawaban kuesioner (30 item) yang terdiri dari 1.

pelemahan kegiatan; 2. pelemahan motivasi dan 3. kelelahan fisik seperti pada tabel 4.

Tabel 4. Kelelahan keluhan subyektif dari 30 orang pengrajin perak wanita di Desa Singapadu, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar

No Ya (%) Tidak ( % ) I. Pelemahan kegiatan

  1. Lelah seluruh tubuh 66,70 32,
  2. Kaki berat 40,0 60,
  3. Menguap 43,3 56,
  4. Merasa pikiran kacau 36,70 73,
  5. Beban mata a. sakit di sekitar mata 53,33 46, b. rasa berat pada kelopak mata 40,00 60, c. mata berair 60,00 40, d. penglihatan kabur 53,33 46,
  6. Perasaan berat di kepala 36,70 63,
  7. Mau berbaring 66,70 33,
  8. Menjadi mengantuk 26,70 73,
  9. Kaku dan canggung dalam gerakan 3,30 96,
  10. Tidak seimbang dalam berdiri 26,70 73, II. Pelemahan motivasi
  11. Lelah bicara 13,30 86,
  12. Menjadi gugup 10,00 90,
  13. Tak dapat menunjukkan sesuatu 6,80 93,
  14. Merasa susah berfipkir 23,30 76,
  15. Tak dapat konsentrasi 66,8 33,
  16. Cenderung lupa 9,00 100,
  17. Tak dapat mengambil sikap 3,20 96,
  18. Kurang sabar 3,30 96,
  19. Tak mempunyai perhatian terhadap sesuatu 6,70 93,
  20. Tak dapat tekun dalam pekerjaan 13,30 86. III. Kelelahan fisik
  21. Sakit kepala 23,30 76,
  22. Kekakuan di bahu 66,70 33,
  23. Merasa nyeri di bagian belakang kepala 56,70 43,
  24. Merasa pening 10,00 90,
  25. Spasme (kaku) di kelopak mata 46,70 53,
  26. Tremor(gemetar) anggota badan 16,70 83,
  27. Merasa kurang sehat 30,00 70,
  28. Haus 6,90 93,
  29. Merasa pernafasan tertekan 30,00 70,
  30. Merasa nyeri di punggung 66,70 33, Sumber : Data Primer

Dalam tabel keluhan subyektif di atas ternyata beban mata yang memberikan prosentasi tinggi , hal ini disebabkan karena lingkungan kerja dengan iluminasi cahaya yang kurang memadai sehingga mata terus menerus berakomodasi secara maksimal. Mereka istirahat pada waktu makan siang saja yaitu pada pukul 12.00 – 13.00 wita. Hal ini juga disebabkan kurangnya istirahat pendek selama mereka bekerja, apalagi kalau banyak order maka mereka seringkali lembur. Hal ini

juga disebabkan karena sistem upah yang bersifat borongan. KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan a. Kelelahan yang dinilai dengan keluhan subyektif yang terjadi pada pengrajin perak wanita dikelompokkan menjadi 3 kelompok adalah : 1). Pelemahan kegiatan dengan presentasi yang tinggi pada ; lelah seluruh tubuh (66,7 %); kaki berat

148 Jurnal Teknologi, Volume. 1 Nomor 2 , Desember 2008, 141-