Docsity
Docsity

Prepare for your exams
Prepare for your exams

Study with the several resources on Docsity


Earn points to download
Earn points to download

Earn points by helping other students or get them with a premium plan


Guidelines and tips
Guidelines and tips

PEMIKIRAN (TEORI) HUKUM, ZAMAN PERTENGAHAN, ZAMAN RENAISANCE, ZAMAN AUFKLARUNG, ZAMAN HUK, Lecture notes of Civil Law

Adanya hukum yang abadi yang berasal dari rasio Tuhan, yang disebut Lex Aeterna. Melalui Lex Aeterna inilah Tuhan membuat rencana-Nya terhadap alam semesta.

Typology: Lecture notes

2020/2021

Available from 12/23/2021

risaahwang
risaahwang 🇮🇩

15 documents

1 / 11

Toggle sidebar

This page cannot be seen from the preview

Don't miss anything!

bg1
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-2
Teori dan Sejarah Perkembangan Hukum 57
PERTEMUAN 5
PEMIKIRAN (TEORI) HUKUM, ZAMAN PERTENGAHAN, ZAMAN
RENAISANCE, ZAMAN AUFKLARUNG, ZAMAN HUKUM POSITIF DAN ZAMAN
MODERN
A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Pada pertemuan ini akan dijelaskan hal-hal yang terkait dengan sejarah
perkembangan hukum. Setelah menyelesaikan perkuliahan pada pertemuan ini
mahasiswa mampu Memahami secara mendalam tentang pemikiran (teori) teori
hukum pada Zaman Teori hukum zaman Abad Pertengahan, Teori hukum zaman
Renaisance, Teori hukum zaman Aufklarung,Teori hukum zaman Hukum Positif
(Abad IX), dan Teori hukum zaman Modern (Abad XX)
B. URAIAN MATERI
1. Pemikiran (Teori) Hukum Zaman Abad Pertengahan.
Abad pertengahan muncul setelah kekuasaan Romawi jatuh pada abad ke
5 (lima) Masehi, ini ditandai dengan kejayaan agama Kristen di Eropa dan mulai
berkembangnya agama Islam pada abad ke 6 (enam) M. Pada zaman itu
pemikir-pemikir diantaranya: Agustinus (354-430 M) dan Thomas Aquino (1225-
1275). Dan para pemikir Islam seperti Ibnu Rusy, Ibnu Sina, Al Ghazali, dll.
77
Dalam mengembangkan pemikirannya ternyata tidak terlepas dari pengaruh-
pengaruh zaman Yunani kuno. Agustinus misalnya banyak mendapat pengaruh
dari pemikiran Plato tentang hubungan antara ide-ide abadi dengan benda-benda
duniawi.
78
Pemikiran umum dari Aliran Masa Pertengahan adalah :
79
a. Ketaatan manusia terhadap hukum positif bukan lagi karena ia sesuai
dengan hukum alam, tetapi karena sesuai dengan kehendak Illahi (Tuhan).
77
Ibid. Syachran Basyah
78
Op.Cit. Darji Darmodiharjo dan Sidharta Hlm 93
79
Op.Cit. Syachran Basyah
pf3
pf4
pf5
pf8
pf9
pfa

Partial preview of the text

Download PEMIKIRAN (TEORI) HUKUM, ZAMAN PERTENGAHAN, ZAMAN RENAISANCE, ZAMAN AUFKLARUNG, ZAMAN HUK and more Lecture notes Civil Law in PDF only on Docsity!

PERTEMUAN 5

PEMIKIRAN (TEORI) HUKUM, ZAMAN PERTENGAHAN, ZAMAN

RENAISANCE, ZAMAN AUFKLARUNG, ZAMAN HUKUM POSITIF DAN ZAMAN

MODERN

A. TUJUAN PEMBELAJARAN

Pada pertemuan ini akan dijelaskan hal-hal yang terkait dengan sejarah perkembangan hukum. Setelah menyelesaikan perkuliahan pada pertemuan ini mahasiswa mampu Memahami secara mendalam tentang pemikiran (teori) teori hukum pada Zaman Teori hukum zaman Abad Pertengahan, Teori hukum zaman Renaisance, Teori hukum zaman Aufklarung,Teori hukum zaman Hukum Positif (Abad IX), dan Teori hukum zaman Modern (Abad XX) B. URAIAN MATERI

1. Pemikiran (Teori) Hukum Zaman Abad Pertengahan. Abad pertengahan muncul setelah kekuasaan Romawi jatuh pada abad ke 5 (lima) Masehi, ini ditandai dengan kejayaan agama Kristen di Eropa dan mulai berkembangnya agama Islam pada abad ke 6 (enam) M. Pada zaman itu pemikir-pemikir diantaranya: Agustinus (354-430 M) dan Thomas Aquino (1225- 1275). Dan para pemikir Islam seperti Ibnu Rusy, Ibnu Sina, Al Ghazali, dll. 77 Dalam mengembangkan pemikirannya ternyata tidak terlepas dari pengaruh- pengaruh zaman Yunani kuno. Agustinus misalnya banyak mendapat pengaruh dari pemikiran Plato tentang hubungan antara ide-ide abadi dengan benda-benda duniawi.^78 Pemikiran umum dari Aliran Masa Pertengahan adalah :^79 a. Ketaatan manusia terhadap hukum positif bukan lagi karena ia sesuai dengan hukum alam, tetapi karena sesuai dengan kehendak Illahi (Tuhan). (^77) Ibid. Syachran Basyah (^78) Op.Cit. Darji Darmodiharjo dan Sidharta Hlm 93 (^79) Op.Cit. Syachran Basyah

b. Adanya hukum yang abadi yang berasal dari rasio Tuhan, yang disebut Lex Aeterna. Melalui Lex Aeterna inilah Tuhan membuat rencana-Nya terhadap alam semesta. c. Hukum abadi dari Tuhan itu mengejawantah pula dalam diri manusia, sehingga manusia dapat merasakan, misalnya apa yang disebut “Keadilan” itu. Inilah yang disebut dengan hukum alam ( Lex Naturalis ). Abad Pertengahan merupakan suatu era di mana pemikiran serba Ilahiah (terutama teologi Kristen) begitu dominan. Rezim Ilahi “dilibatkan” (secara langsung) dalam pengelolaan dunia ini. Manusia dan alam dianggap berada di bawah kendali Alhalik. Sama seperti logos di era sebelumnya, Tuhan-dengan sekalian kehendak dan firman-Nya, menuntun hidup manusia pada penenalan akan Alhalik yang menjadi sumber hukum serentak sumber hukum. Dengan demikian, tidak saja dimungkinkan hidup “tertib” di dunia, tetapi juga memperoleh keselamatan di akhirat. Praktis, kehadiran rezim Ilahi menjadi “kekuasaan” yang dihadapi di era ini. Maka seperti tampat pada pemikiran Agustinus (dipenghujung akhir zaman klasik/1200 M), tertib hidup manusia (termasuk teori tentang hukum) diletakan dalam tatanan “cinta kasih dan hidup damai”. Ini merupakan jawaban atas campur tangan Ilahi dalam kehidupan manusia.^80 Selama Abad Pertengahan tolok ukur segala pikiran orang adalah kepercayaan bahwa aturan semesta alam telah ditetapkan oleh Allah Sang Pencipta. Sesuai dengan kepercayaan itu hukum pertama-tama dipandang sebagai suatu aturan yang berasal dari Allah. Oleh sebab itu dalam membentuk hukum positif manusia sebenarnya harus dicocokan dengan aturan yang telah ada, yakni dalam penentuan-penentuan agama. Selayaknya hukum itu disebut bersifat ideal, yakni mendapat akarnya dalam ideal hidup sebagaimana disampaikan dalam agama. Misalnya :^81 a. Hukum dibentuk mendapat akarnya dalam agama, atau secara langsung atau tidak langsung. b. Menurut agama Islam hukum berhubungan dengan wahyu secara langsung (Al-Syafi’i dan lain-lain), sehingga hukum agama Islam dipandang sebagai bagian wahyu (Syariah). (^80) Op.Cit. Bernard L, Tanya. Et.Al. Hlp 54 (^81) Theo Huijbers. Filsafat Hukum. (Yogyakarta : Kanisius, 1995). Hlm 26

2. Pemikiran (Teori) Hukum Zaman Renaisance (Kebangkitan Kembali). Yaitu ; masa kebangkitan kembali untuk kembali berfikir bebas dan mengembangkan ilmu pengetahuan seperti yang dilakukan oleh para pemikir Yunani. Masa reinaisance adalah masa reformasi atas hegemonie gereja Katholic Roma. Pada masa ini melahirkan para pemikir ; Niccolo Machiavelli (1469- 1527M). Jean Bodin (1530-1596M).^84 Ilmu pengetahuan itu harus bebas tanpa campur tangan dari kekuasaan negara. Pemikiran yang serba moral dan serba Ilahi era Klasik dan abad pertengahan, cenderung ditinggalkan oleh teoritikus zaman modern. Teori hukum zaman modern menempatkan “manusia duniawi”yang otonom sebagai titik tolak teori. Hukum tidak lagi terutama dilihat dalam bayang-bayang alam dan agama, tetapi melulu sebagai tatanan manusia yang bergumul dengan pengalaman sebagai manusia duniawi.^85 Pemikiran secara umum Zaman Renaisance adalah :^86 a. Falsafah harus ditingkatkan derajatnya, di mana tidak dibatasi oleh siapapun apalagi negara. b. Pengetahuan empiris harus dikembangkan, sehingga akan muncul eksperimen-eksperimen. c. Individualisme harus dikembangkan untuk melakukan hak-haknya. Meski begitu, sebagai sebagai filsuf, para pemikir zaman modern, terutama era Renaisance, masih juga dipengaruhi kosmologi metefisika. Mereka tetap mengakui hukum alam, tetapi tidak menjadikannya sebagai perhatian utama. Bagi filsuf-filsuf sperti Jean Bodin (1530-1596), Hugo Grotius (1583-1645), dan Thomas Hobbes ( 1588 - 1679), yang teorinya segera dibahas, hukum posisitiflah (buatan manusia lewat negara) yang menjadi fokus perhatian. Ini bisa di mengerti oleh karena “kekuatan” yang dihadapi manusia zaman ini adalah : (i) manusia- manusia duniawi yang secara individual menjinjing kebebasan tanpa batas, (ii) keberadaan “ nation-state ” di bawah pemerintahan raja-raja (yang kuat). Teori hukum (sebagai tertib manusia), dikonstruksi dalam konteks yang demikian itu.^87 Menurut para ahli sejarah terdapat beberapa faktor yang menandakan datangnya suatu zaman baru, yang disertai suatu mentalitas baru juga. Titik (^84) Op.Cit .. Syachran Basyah. (^85) Op.Cit. Bernard L. Tanya. Et.Al. Hlm 63 (^86) Op.Cit. Syachran Basyah (^87) Op.Cit. Bernard L. Tanya. Et.Al. Hlm 64

tolaknya ialah kenyataan bahwa pada abad ke 15 (lima belas) orang-orang terdidik di Italia mulai menimba inspirasi segar pada zaman klasik, yakni pada kebudayaan Yunani dan Romawi kuno. Sebab itu zaman itu, yang merupakan awal zaman modern, disebut zaman Renaissance (kelahiran kembali). Pada zaman itu hidup manusia mengalami banyak perubahan. Bila pada Abad Pertengahan perhatian orang masih diarahkan kepada dunia akhirat dan keselamatan manusia pada Tuhan, pada zaman baru pikiran orang-orang berpaling ke hidup manusia di dunia. Maka Renaissance itu adalah “penemuan kembali dunia dan manusia” (Burckhardt).^88 Bagi para pemikir tentang hukum perubahan-perubahan tersebut besar artinya : a. Sesuai dengan mentalitas baru pembentukan hukum dianggap sebagai bagian kebijakan manusia di dunia; b. Organisasi negara nasional disertai pemikiran tentang peraturan hukum yang tepat, baik untuk dalam negeri, maupun untuk hubungan dengan luar negeri (hukum internasional). c. Oleh sebab peraturan-peraturan yang berlaku bagi negara dibuat atau perintah raja-raja, raja dipandang sebagai pencipta hukum. Dapat disimpulkan bahwa sejak zaman baru, tekanan tidak terletak atas hukum alam, yang di luar kebijakan manusia, melainkan atas hukum positif. Namun pada umumnya filsif-filsuf zaman itu menerima juga adanya suatu hukum alam, yang nampak dalam akal budi manusia, umpamanya saja tentang perlunya ditemukan adanya pelanggaran.^89 Filsuf-filsuf hukum negara, baik nasional maupun internasional adalah N. Macciavelli (1469-1527), Jean Bodin (1530- 1596), Hugo Grotius (1583-1645) dan Thomas Hobbes (1588-1679).

3. Pemikiran (Teori) Hukum Zaman Aufklarung (1700-1800M) Adalah era yang diwarnai “kekuasaan” akal atau rasio manusia, yaitu individu-individu yang rasional, bebas dan otonom. Yang mampu menentukan jalan yang dianggap baik bagi dirinya, termasuk dalam membentuk institusi hidup bersama. Pemahaman tentang negara yang tidak dianggap sebagai lembaga alamiah. Tetapi merupakan “mahluk buatan” dari manusia yang bebas dan (^88) Op.Cit. Theo Huijsbers. Hlm 30 (^89) Ibid.

4. Pemikiran (Teori) Hukum Zaman Hukum Positif (Abad ke 19). Problematika yang muncul antara hukum alam dan hukum positif memperoleh penegasan pada zaman modern. Zaman modern menempatkan manusia secara lebih mandiri, dengan rationya manusia dapat menentukan apa yang terbaik untuk dirinya. Pada zaman ini melahirkan pemikir seperti ; William Occam ( 1290 - 1350M), Rene Descrates (1596-1650M), Thomas Hobbes ( 1679M), John Locke (1632-1704M), JeanJ.Rosseau(1712-1778).^93 Pemikiran umum dari Zaman Hukum Positif (Modern) adalah :^94 a. Pengetahuan abadi tentang hukum abadi dari Tuhan itu berada diluar jangkauan rasio manusia. ( Occam ). b. Hukum positif tidak perlu harus tergantung pada rasio Tuhan lagi, tetapi dapat sepenuhnya bergantung kepada rasio manusia itu sendiri. c. Gagasan-gagasan rasionalisme membawa pengaruh besar dalam hukum, termasuk juga tentang hubungan antara negara dan warganya. ( Decrates ). Situasi zaman abad ke 19 (sembilan belas) ditandai oleh beberapa kecenderungan :^95 Pertama , terjadinya revolusi sosial ekonomi, terutama akibat revolusi industri. Revolusi ini selain membawa perkembangan ekonomi yang luar biasa, tetapi juga menimbulkan masalah baru di bidang sosial ekonomi. Ini ditandai munculnya kelas-kelas baru yang berbeda menurut kemampuan ekonominya, yakni kaum buruh dan kaum industrialisasi. Kaum industrialisasi berkuasa penuh atas kaum buruh dan seringkali memerasnya. Situasi ini menjadi landasan teori “kritis’ Karl Marx dengan mengajukan pedoman untuk mengubah sistem masyarakat yang timpang ini menuju tatanan egalitarian. Kedua, munculnya penolakan terhadap rasionalisme universal abad sebelumnya (yang masih dilanjutkan Hegel pada abad ke 19) yang dianggap cenderung mengabaikan ciri khas suatu masyarakat atau bangsa. Padahal latar belakang kehidupan suatu bangsa merupakan sejarah di mana orang-orang membangun suatu kehidupan bersama bagi mereka sendiri. Mewakili kecenderungan ini muncul historisme dengan tokoh utama nya Carl v. Savigny. (^93) Op.Cit. Darji Darmodiharjo Et.Al. Hlm 71 (^94) Ibid. Hlm 73 (^95) Op.Cit. Bernard. L. Tanya. Et.Al. Hlm 95

“Tertib hidup” manusia yang ditawarkan Savigny adalah setia pada hukum sejati yang berbasis volkgeist. Ketiga, hampir bersamaan dengan historisme, muncul juga pemikiran evolusionisme yang berusaha melacak perkembangan kebudayaan manusia dari tradisionil ke modern. Pemikir utama arus ini adalah : Sr. Henry Menie dan Durkheim. Keempat, menguatnya kosmologi positivisme. Semangat ilmiah dan rasionalitas yang tumbuh pada abad ke 18 (delapan belas), kian kuat pada abad ke 19 (sembilan belas). Muncul kegairahan saintisme di segala bidang termasuk di bidang hukum. Kosmologi positivisme ini berpengaruh terhadap hukum dalam tiga bentuk : (i) Positivisme yuridis yang melihat hukum sebagai fakta yuridis menurut metode ilmu hukum posistif, (ii) Posivisme sosiologis yang berusaha melihat hukum sebagai gejala sosial, (iii) Ajaran hukum umum yang berusaha menggunakan metode empiris dalam menemukan prinsip-prinsip hukum yang dianggap universal melalui studi perbandingan antar tata hukum positif. Pada abad ke XIX dua arus pikiran menjadi nyata, yakni gejala-gejala hidup mulai dipandang secara ilmiah melulu, lagipula mulai dipandang menurut dinamikanya. a. Pandangan Ilmiah atas Hukum. Pada abad ke XIX aliran empirisme tetap kuat, akan tetapi dalam bentuk baru, yang dinamakan positivisme. Positivisme berbeda dengan empirisme abad sebelumnya, oleh sebab metode empiris yang dahulu digunakan dalam suatu renungan filsafat, sekarang sekarang ini disamakan dengan suatu pengolahan ilmiah belaka. Positivisme hukum ada dua bentuk, yakni positivisme yuridis dan positivisme sosiologis. Yakni :^96

  1. Dalam positivisme yuridis hukum dipandang sebagai suatu gejala tersendiri, yang perlu diolah drcara ilmiah. Tujuan positivisme ini adalah pembentukan struktur-struktur rasional sistem-sistem yuridis yang berlaku. Sebab hukum dipandang sebagai hasil pengolahan ilmiah belaka, akibatnya pembentukan semakin profesional. (^96) Op.Cit. Theo Huijsbers. Hlm 32

dan II, penindasan kejam oleh rezim politik yang totaliter di zaman Hitler dan Stalin, di samping tragedi-tragedi lain terhadap kemanusiaan. Kondisi-kondisi tragis itu memicu beragam teorisasi mengenai “tertib hukum” manusia. Semisal tawaran tentang ide keadilan sebagai rechtidee dari seluruh tata hukum positif (sebagaimana diajukan Rudbruch). Kedua, kian meluasnya struktur-struktur sosial, budaya, politik dan ekonomi yang meninggirkan yang menindas kelompok-kelompok periferi. Ini memicu teorisasi mengenai “tertib hidup” yang mengandalkan “jalur kritis dan perjuangan” (seperti yang dilakukan oleh Neo-Marxisme dan Critical Legal Theory ). Ketiga, bersamaan dengan kiat kuatnya peran negara dan hukum (hukum negara) dalam segala aspek kehidupan sosial, juga memunculkan bebagai sikap. Ada yang berusaha membangun teorisasi mengenai hukum dan masyarakat, seperti Max Weber. Ada pula yang menawarkan jalur yang lebih praktis untuk mengurangi exes ketidakadilan akibat kekakuan aturan hukum negara itu (seperti yang dilakukan oleh eksponen Realisme Hukum Amerika). Tapi ada juga yang berusaha meneguhkan otonomi hukum negara melalui jalur tertib yuridis (seperti yang dilakukan oleh Hans Kelsen). Pemikiran umum dari Zaman Sekarang adalah : 98 Adalah perkembangan filsafat hukum pada abad ke 19 (sembilan belas), jika pada zaman modern berkembang rasionalisme, zaman sekarang dari rasionalisme dilengkapi dengan empirisme. Empirisme sebenarnya telah dirintis oleh zaman modern seperti Thomas Hobbes. John Austin. Dalam perkembangan empirisme faktor sejarah juga mendapat perhatian utama, termasuk dalam lapangan hukum. Seperti yang diberikan oleh Hegel (1770-1831), Karl Marx (1818-1883), Von Savigny (1779- 1861). Yang ditandai dengan : a. Menolak kebenaran pengetahuan melalui rasio semata, kebenaran itu perlu diuji dengan dunia realitas. b. Kegiatan teoritis seseorang sarjana hukum terbatas pada uraian arti dan prinsip-primsip hukum secara empirik. c. Tujuan hukum adalah prinsip kemanfaatan dan keguanaan, yang menjadi tolok ukurnya adalah kemanfaatan secara empirik. (^98) Op.Cit. Darji Darmodiharjo dan Sidharta. Hlm 94

Pada abad ke XX di mana kodeks nasional dibentuk. Prinsi-prinsip pembentukan kodeks hukum tersebut di ambil dari pemikiran para tokoh zaman sebelumnya, yaitu abad XIX. Kendati terdapat banyak kesamaan antara siste-sistem dan pemikiran tentang hukum, tentang pengertian hukum yang hakiki tetap terdapat selisih pendapat. Menurut sejumlah pemikir hukum sebaiknya dipandang dalam hubungan pemerintah negara, yakni sebagi norma hukum yang defacto berlaku. Tolok ukur di sini adalah kepentingan umum, dilihat sebagai bagian kebudayaan dan sejarah suatu bangsa. Prinsip ini diambil dari aliran sosiologi hukum dan realisme hukum. Menurut pemikir lain hukum seharusnya dipandang sebagai bagian kehidupan etis manusia di dunia ini. Maka di sini diakui adanya suatu hubungan antara hukum positif dengan pribadi manusia, yang berpegang pada norma-norma keadilan. Prinsip ini diambil dari filsafat neoskolastik, neokantisme, neohegelianisme dan filsafat existensi.^99 C. LATIHAN SOAL / TUGAS

  1. Coba Saudara/i jelaskan bagaimana Teori hukum zaman Abad Pertengahan.
  2. Coba Saudara/i jelaskan bagaimana Teori hukum zaman Renaisance.
  3. Coba Saudara/i jelaskan bagaimana Teori hukum zaman Aufklarung.
  4. Coba Saudara/i jelaskan bagaimana Teori hukum zaman Hukum Positif.
  5. Coba Saudara/i jelaskan bagaimana Teori hukum zaman Modern D. DAFTAR PUSTAKA Berdarrd. L. Tanya, Yoan N. Simanjuntak dan Markus Y, Hage. Teori Hukum, Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi (Yogyakarta : Genta Publishing, 2010). Darji Darmodihardjo dan Sidharta. Pokok-Pokok Filsafat Hukum,Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia. (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2006). Theo Huijbergs. Filsafat Hukum. (Yogyakarta : Kanisius, 1995). Syahran Basyah. Rangkuman Perkuliahan Ilmu Negara. (Bandung : Alumni, 1990). (^99) Op.Cit. Theo Huijsbers. Hlm 35