


















Study with the several resources on Docsity
Earn points by helping other students or get them with a premium plan
Prepare for your exams
Study with the several resources on Docsity
Earn points to download
Earn points by helping other students or get them with a premium plan
Community
Ask the community for help and clear up your study doubts
Discover the best universities in your country according to Docsity users
Free resources
Download our free guides on studying techniques, anxiety management strategies, and thesis advice from Docsity tutors
A comprehensive analysis of feeding practices and nutritional needs in toddlers in indonesia. It highlights the prevalence of feeding problems, explores the factors contributing to these issues, and provides evidence-based recommendations for addressing them. The document emphasizes the importance of age-appropriate feeding, feeding rules, and the role of parental education in promoting healthy eating habits in toddlers.
Typology: Summaries
1 / 26
This page cannot be seen from the preview
Don't miss anything!
Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia:
Pendekatan Diagnosis dan Tata Laksana Masalah Makan pada Batita di Indonesia
Hak Cipta Dilindungi Undang-undang Dilarang memperbanyak, mencetak, dan menerbitkan sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara dan bentuk apapun juga tanpa seijin penulis dan penerbit.
Disusun oleh: Unit Kerja Koordinasi Nutrisi dan Penyakit Metabolik Ikatan Dokter Anak Indonesia
Diterbitkan pertama kali tahun 2014 Cetakan Pertama
iv
v
Sambutan
Pengurus Pusat
Ikatan Dokter Anak Indonesia
Salam sejahtera dari Ikatan Dokter Anak Indonesia
Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (PP IDAI) mengucapkan selamat kepada Unit Kerja Koordinasi (UKK) Nutrisi dan Penyakit Metabolik IDAI, khususnya tim peneliti multisenter Masalah Makan pada Anak Usia 1 sampai 3 Tahun di Indonesia, atas segala kerja keras dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan Rekomendasi ini.
Nutrisi merupakan aspek penting dalam pertumbuhan dan perkembangan seorang anak. Nutrisi optimal akan mendukung tumbuh kembang anak yang optimal. Dalam upaya memenuhi kebutuhan nutrisi seorang anak, sering didapatkan masalah makan yang meliputi jenis makanan dan perilaku makan. Luasnya variasi masalah makan dengan etiologinya yang kompleks dan multifaktorial menyebabkan variasi yang luas dalam tata laksana masalah makan. Bila tidak ditata laksana dengan benar, masalah makan dalam jangka panjang akan menyebabkan penurunan status gizi yang selanjutnya berdampak jangka panjang terhadap pertumbuhan dan perkembangan seorang anak.
UKK Nutrisi dan Penyakit Metabolik berusaha mengidentifikasi secara komprehensif penyebab masalah makan pada bawah tiga tahun (batita) di Indonesia. Hal ini penting karena rekomendasi klasifikasi dan manajemen masalah makan di luar negeri tidak dapat serta merta diterapkan di Indonesia. Rekomendasi ini disusun berdasarkan jerih payah penelitian multisenter masalah makan batita yang telah dimulai sejak tahun 2010. Oleh karena itu, sudah sepantasnya IDAI mengucapkan terima kasih kepada tim peneliti untuk upaya dan hasil yang diperolehnya.
vii
Kata Pengantar
Puji Syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmatNyalah Rekomendasi Pendekatan Diagnosis dan Tata Laksana Masalah Makan pada Anak usia 1 sampai 3 Tahun dapat diselesaikan. Terimakasih kepada seluruh anggota Unit Kerja Koordinasi (UKK) Nutrisi dan Penyakit Metabolik IDAI yang telah bekerja keras menyusun rekomendasi ini.
Semua dokter anak dalam prakteknya pernah mendapat pasien yang dikeluhkan oleh orangtuanya memiliki masalah makan, baik berupa makan sedikit, makan lama, dan pilih-pilih makan. Masalah makan dapat mengganggu asupan nutrisi dan status nutrisi. Selanjutnya, gizi kurang atau gizi buruk berisiko mengakibatkan dampak jangka panjang terhadap perkembangan serorang anak. Makan dan pemberian makan merupakan aktivitas yang dipengaruhi faktor budaya, sosio-ekonomi dan tingkat pendidikan, sehingga penatalaksanaan masalah makan merupakan hal yang spesifik untuk tiap negara, bahkan antar suku dalam satu negara. Oleh karena itu, UKK Nutrisi dan Penyakit Metabolik IDAI pada tahun 2012 melakukan penelitian multisenter masalah makan pada bawah tiga tahun (batita) di 11 kota di Indonesia, yaitu Padang, Medan, Palembang, Jakarta, Semarang, Solo, Yogyakarta, Surabaya, Bali, Malang, dan Makasar dalam upaya menyusun rekomendasi masalah makan yang berbasis bukti dan dapat diterapkan di Indonesia.
Hasil penelitian multisenter masalah makan pada batita menunjukkan bahwa pengetahuan orangtua mengenai makanan yang tepat untuk usia ( age- appropriate food ) dan perilaku makan yang benar masih rendah, sehingga menyebabkan praktek pemberian makan yang tidak tepat ( inappropriate feeding practice ). Masalah makan lain yang didapatkan dari penelitian ini adalah small eaters, parental misperception , dan food preference. Pendidikan mengenai pemberian makan pada batita perlu diberikan sejak masa bayi sebagai upaya pencegahan terjadinya masalah makan.
viii
Rekomendasi ini dilengkapi dengan algoritme praktis diagnosis dan tata laksana masalah makan pada batita untuk menuntun pola berpikir seorang dokter anak yang mendapat pasien dengan masalah makan. Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam pembuatan rekomendasi ini. Untuk itu kami mohon kritik dan saran untuk perbaikan lebih lanjut. Semoga Rekomendasi ini bermanfaat sesuai dengan harapan.
Penyusun
x
Daftar Singkatan
ASI : Air Susu Ibu BB : Berat Badan FSMP : Foods for Special Medical Purposes IDAI : Ikatan Dokter Anak Indonesia IMT : Indeks Massa Tubuh KGB : Kelenjar Getah Bening kkal : kilo kalori MP-ASI : Makanan Pendamping – Air Susu Ibu ng : nanogram ONS : Oral Nutrition Supplement SD : Standar Deviasi TB : Tinggi Badan PB : Panjang Badan WHO : World Health Organization
Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (^) 1
Pemberian makan merupakan bagian penting dari kehidupan bayi dan anak di bawah tiga tahun (batita) dan sebagian besar interaksi orangtua dan anak terjadi pada saat pemberian makan.^1 Pemberian makan pada bayi dan batita dianggap sebagai proses yang natural, namun demikian, 50-60% orangtua melaporkan bahwa anak mereka mengalami masalah makan. Setelah dievaluasi lebih lanjut, didapatkan bahwa anak yang memang memiliki masalah makan adalah 20-30% dan hanya 1-2% mengalami masalah makan yang serius dan berkepanjangan.^1 Sedangkan, pada anak dengan gangguan neurologis, prevalensi masalah makan lebih tinggi, yaitu sekitar 80%.^2 Prevalensi masalah makan yang bervariasi disebabkan oleh variasi terminologi dan klasifi kasi yang digunakan. Studi di Chicago melaporkan bahwa masalah perilaku makan yang paling sering dijumpai pada bayi adalah tidak selalu lapar pada saat makan (33%), sedangkan masalah perilaku makan pada batita meliputi tidak selalu lapar saat jam makan (52%), mencoba mengakhiri makan setelah beberapa suapan (42%), “ picky eating ” (35%), dan kuatnya preferensi makanan tertentu (33%). Batita picky eaters makan lebih lambat dibandingkan yang bukan picky eaters (23,3 menit vs 19,7 menit, p<.04). 3 Studi di New Zealand melaporkan 24% anak usia 2 tahun memiliki masalah makan 4 dan the Gateshead Millenium Baby Study di Inggris melaporkan 20% orangtua menganggap batita mereka mengalami masalah makan, terutama hanya mau makanan tertentu (17%) dan memilih minuman dibandingkan makanan (13%).^5
Masalah makan berdampak buruk terhadap kesehatan anak, seperti gangguan pertumbuhan, rentan terhadap infeksi, dan bahkan kematian. 6 Selain itu, masalah makan berpotensi menyebabkan gangguan kognitif dan perilaku, serta dikaitkan dengan gangguan cemas dan kelainan makan (eating disorder) pada anak, remaja, dan dewasa muda. 7 Satu bukti ilmiah melaporkan bahwa hanya 50% ibu yang menyatakan bahwa nasihat dari dokter anak memecahkan masalah makan pada anak mereka yang berusia 1-6 tahun.^8 Oleh karena itu, sangatlah penting bagi seorang dokter anak untuk memahami, mampu mengidentifikasi serta menangani masalah makan secara dini.
Penyebab masalah makan sangat bervariasi sehingga memunculkan berbagai klasifi kasi masalah makan dengan kelebihan dan keterbatasan
Penerapan feedingrules salah
Penerapan feedingrules benar
Inappropriatefeedingpractice
Edukasi feedingrules danpenerapanAsuhanNutrisi PediatrikÆPemantauansetelah 1 Ͳ 2 minggu
Beratbadan tetap/ turun
Sekunder
Feedingrules benar Feedingrules salah Feedingrules salah Feedingrules benar
Gizikurang Gizibaik
Keluhanmasalah makan
Elaborasidantatalaksana redflags
Feeding rules High calorie food, include ONS
Kuantitatif Smalleaters
Kualitatif Foodpreference
Systematic introduction of new food
Selective eater
Picky eater
Beratbadannaik
Primer(Kurang pengetahuan)
Feeding rules
ParentalMisperception
Reassurance of Feedingrules
Smalleaters
Feeding rules High calorie food, include ONS
*Asuhan Nutrisi Pediatrik diterapkan pada semua pasien secara simultan dengan pendekatan tata laksana masalah makan **ONS, Oral Nutrition Supplement
4 Pendekatan Diagnosis dan Tata Laksana Masalah Makan pada Batita di Indonesia
primer karena kurangnya pengetahuan orangtua mengenai pemberian makan yang benar atau sekunder sebagai respons terhadap small eaters, parental misperception , dan food preference.^16 Ketidakmampuan orangtua untuk memberi makan secara benar dapat mengakibatkan masalah makan. Ketidakmampuan ini dapat disebabkan karena kurangnya pengetahuan mengenai empat aspek cara pemberian makan yang benar, yaitu (1) tepat waktu, (2) kuantitas dan kualitas makanan, (3) penyiapan dan penyajian yang higienis, serta (4) pemberian makan yang sesuai dengan tahapan perkembangan anak dengan menerapkan feeding rules .6,
Berdasarkan hasil penelitian nasional multisenter “Identifikasi dan Klasifikasi Masalah Makan pada Anak Usia 1-3 Tahun di Indonesia” yang dilakukan tahun 2012, maka UKK Nutrisi dan Penyakit Metabolik IDAI menyusun rekomendasi Pendekatan Diagnosis dan Tata Laksana Masalah Makan.
Terdapat manifestasi klinis tertentu merupakan tanda bahaya yang harus dievaluasi dan ditangani secara komprehensif oleh ahli yang kompeten dan simultan pada setiap keluhan masalah makan, yaitu:
6 Pendekatan Diagnosis dan Tata Laksana Masalah Makan pada Batita di Indonesia
Feeding rules adalah aturan dasar pemberian makan, tercantum pada Tabel 2. Tabel 2. Feeding rules (Aturan pemberian makan) 10, Jadwal Ada jadwal makanan utama dan makanan selingan (snack) yang teratur, yaitu tiga kali makanan utama dan dua kali makanan kecil di antaranya. Susu dapat diberikan dua – tiga kali sehari. Waktu makan tidak boleh lebih dari 30 menit Hanya boleh mengonsumsi air putih di antara waktu makan Lingkungan Lingkungan yang menyenangkan (tidak boleh ada paksaan untuk makan) Tidak ada distraksi (mainan, televisi, perangkat permainan elek- tronik) saat makan Jangan memberikan makanan sebagai hadiah Prosedur Dorong anak untuk makan sendiri Bila anak menunjukkan tanda tidak mau makan (mengatupkan mulut, memalingkan kepala, menangis), tawarkan kembali makanan secara netral, yaitu tanpa membujuk ataupun memaksa. Bila setelah 10-15 menit anak tetap tidak mau makan, akhiri proses makan.
Sumber: Bernard-Bonnin 10 , Benoit 19
Inappropriate feeding practice adalah masalah makan yang disebabkan oleh perilaku makan yang salah ataupun pemberian makanan yang tidak sesuai dengan usia. Penyebab inappropriate feeding practice perlu ditelusuri lebih lanjut, primer ataukah sekunder. Inappropriate feeding practice primer disebabkan karena kurangnya pengetahuan orangtua mengenai empat aspek cara pemberian makan yang benar, yaitu (1) tepat waktu, (2) kuantitas dan kualitas makanan, (3) penyiapan dan penyajian yang higienis, serta (4) pemberian makan yang sesuai dengan tahapan perkembangan anak dengan menerapkan feeding rules .10,
Penatalaksanaan inappropriate feeding practice adalah edukasi feeding rules yang benar (Tabel 2) sebagai bagian dari penerapan asuhan nutrisi pediatrik. Perlu diberikan edukasi mengenai pemberian makanan sesuai usia (age-appropriate food) serta kualitas dan kuantitas makanan. Pemberian
Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (^) 7
makanan sesuai usia mencakup aspek tekstur dan rasio makanan padat dan cair. 20 Beberapa orangtua mengeluhkan anak tidak mampu mengonsumsi makanan dengan tekstur yang sesuai dengan usianya, misalnya anak usia 1 tahun hanya mampu mengonsumsi makanan lumat atau diblender. Pada anak sehat dengan perkembangan normal, hal ini umumnya terkait dengan kurangnya latihan oromotor pada periode kritis, yaitu usia 6-12 bulan. 14, Rasio makanan padat dan cair juga harus diperhatikan, untuk anak usia 1 tahun, dianjurkan makanan padat sebanyak 70% dan makanan dalam bentuk cair (susu) sebanyak 30% dari total kebutuhan kalori dalam sehari.^20
Kualitas dan kuantitas makanan juga perlu dievaluasi. Kuantitas makanan yang cukup akan menghasilkan status gizi yang baik, namun tidak otomatis menyatakan kualitas makanan yang baik. Sebagai contoh, pada anak dengan gizi baik terdapat 10% anak yang mengalami defisiensi besi (feritin serum <10 ng/mL). 16 Kualitas makanan dinilai dari kelengkapan konsumsi empat kelompok utama makanan, yaitu (1) karbohidrat, (2) protein, (3) sayur dan buah, dan (4) susu. Konsumsi makanan yang tidak seimbang berisiko menyebabkan defisiensi makronutrien atau mikronutrien tertentu.^20
Small eaters adalah terminologi yang dipakai untuk anak dengan keluhan makan sedikit, status gizi kurang, dan feeding rules benar. Literatur lain menggunakan terminologi infantile anorexia ,^11 vigorous child with little interest in feeding. 12 Menurut Chatoor, anak yang termasuk dalam kelompok ini memiliki respons otonomik yang berbeda. Onset penolakan makan umumnya terjadi pada saat transisi ke makanan pendamping ASI atau makan mandiri, yaitu pada usia 6 bulan sampai 3 tahun. 11 Anak yang termasuk small eaters adalah anak aktif, perkembangan normal, seringkali lebih tertarik pada lingkungan dibandingkan makanan, dan tidak memiliki masalah medis yang mendasari. Orangtua yang memiliki anak dengan masalah ini umumnya menjadi cemas dan mengompensasi makan yang sedikit dengan pemberian camilan, yang justru menurunkan selera terhadap makanan utama dan pada akhirnya menyebabkan orangtua memaksa anak makan. Bila small eaters tidak ditangani dengan benar, anak dapat mengalami gagal tumbuh.
Tata laksana ditujukan untuk meningkatkan nafsu makan dengan
Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (^) 9
enteral mencakup semua bentuk dukungan nutrisi yang menggunakan makanan untuk keperluan medis khusus, tanpa memandang rute pemberian, artinya dapat diberikan lewat sonde (enteral) maupun oral.24,26^ Produk yang tersedia untuk anak dapat berupa kemasan cair siap minum atau bubuk yang harus dilarutkan dengan air sebelum diberikan. Komposisi nutrien untuk nutrisi enteral harus disesuaikan dengan usia. Densitas energi standar untuk formula enteral adalah 0,9-1,2 kkal/mL.^26 Formula dengan densitas energi tersebut sesuai digunakan untuk memenuhi kebutuhan batita small eater tanpa membutuhkan forced feeding , karena batita small eater hanya dapat mengonsumsi makanan dalam jumlah kecil. Formula dengan densitas energi tinggi (>1,2 kkal/mL) berguna untuk anak dengan peningkatan kebutuhan energi. 24,
Menurut Codex Standard for the Labelling and Claims for Foods for Special Medical Purposes , Codex-STAN 180-1991, foods for special medical purposes (FSMP) dikategorikan sebagai makanan untuk keperluan diet khusus yang diproses atau diformulasi secara khusus dan digunakan untuk manajemen diet pasien dan hanya digunakan di bawah pengawasan dokter. Pengiklanan produk untuk publik harus dilarang.^27 Penggunaan ONS harus di bawah pengawasan dokter yang mengetahui indikasi pemberian, memastikan pasien mendapatkan dosis serta cara pemberian yang benar (diresepkan), memantau akseptabilitas, toleransi dan efektivitas, serta menghentikan penggunaan ONS bila sudah tidak diperlukan lagi.
Suatu studi di Irlandia menunjukkan bahwa peresepan ONS meningkat dalam empat tahun terakhir, namun dokter yang meresepkan tidak melakukan kajian nutrisi komprehensif pada pasien. Studi tersebut juga menemukan bahwa edukasi yang diberikan dokter kepada pasien malnutrisi sangat terbatas, baik dalam hal diet maupun edukasi berkaitan dengan ONS yang diresepkan. 28 Jumlah pemberian ONS harus dihitung dengan menerapkan asuhan nutrisi pediatrik untuk memastikan jumlah pemberian tepat sehingga efektif namun di sisi lain juga tidak kurang atau berlebihan.^25 Harus diingat bahwa tujuan akhir adalah anak dapat makan normal sesuai usia ( age-appropriate food ), yaitu untuk anak 1-3 tahun berupa makanan padat 70% dan susu atau makanan cair 30%. 21 Bila menggunakan ONS 1 mL/kkal, maka maksimal penggunaan untuk anak usia 1-3 tahun berkisar 300-400 mL per hari. Penelitian multisenter masalah makan pada batita di Indonesia menunjukkan sebanyak 115 dari 605 (24%) batita mengonsumsi
10 Pendekatan Diagnosis dan Tata Laksana Masalah Makan pada Batita di Indonesia
susu lebih dari 500 mL/hari, berupa susu formula dan ONS. 16 Pemberian ONS dengan densitas 1 kkal/ml tanpa pengawasan dokter berisiko menyebabkan obesitas, karena penelitian Evi dan Sjarif (2007) pada anak obesitas menunjukkan bahwa pemberian susu formula bayi (dengan densitas energi yang lebih rendah 0,6-0,72 kkal/ml) sudah merupakan faktor risiko obesitas dengan adjusted odds ratio 1,71 (interval kepercayaan 95% 1,04- 2,82) dengan attributable risk 25,7. 29 Perlu diperhatikan bahwa persentase obesitas pada anak usia 2-5 tahun di Indonesia yang dianalisis berdasarkan data Riskesdas dengan kriteria Indeks Massa Tubuh lebih dari persentil 95 (kurva CDC-NCHS 2000) meningkat dari 12,8% (2007) menjadi 19,9% (2010).^30
Terminologi food preference mencakup keluhan pilih-pilih makan atau penolakan terhadap makanan tertentu. Terdapat gradasi yang cukup luas dalam hal food preference. Anak normal dapat mengalami neofobia dalam fase perkembangannya, yaitu penolakan terhadap makanan baru. 31 Dovey menyatakan bahwa terminologi ini berasal dari teori Rozin’s omnivore’s dilemma , yaitu suatu proses yang digambarkan sebagai mekanisme evolusi survival yang menguntungkan untuk membantu anak menghindari konsumsi substansi beracun saat sang anak sudah memiliki kemampuan mobilitas dan memilih makanannya sendiri tanpa pengawasan orangtua. 32 Terdapat argumentasi mengenai onset usia terjadinya food neophobia. Beberapa literatur menyatakan food neophobia mulai terjadi pada usia 1- tahun dan mencapai puncak pada usia 2-6 tahun. 32-35^ Perilaku ini menurun seiring bertambahnya usia dan relatif stabil pada titik terendah pada usia dewasa.^36
Mennella melaporkan bahwa paparan terhadap rasa sudah terjadi melalui cairan amnion in utero atau melalui ASI.^37 Neofobia yang merupakan fase normal dalam perkembangan seorang anak dapat berlanjut menjadi penolakan berkepanjangan dan konsisten terhadap makanan tertentu sehingga menimbulkan masalah makan berupa food preference , yang memiliki spektrum mulai dari picky eater sampai selective eater. 32,
Picky eater umumnya didefinisikan sebagai anak yang mau mengonsumsi berbagai jenis makanan baik yang sudah maupun belum dikenalnya tetapi