











Study with the several resources on Docsity
Earn points by helping other students or get them with a premium plan
Prepare for your exams
Study with the several resources on Docsity
Earn points to download
Earn points by helping other students or get them with a premium plan
Community
Ask the community for help and clear up your study doubts
Discover the best universities in your country according to Docsity users
Free resources
Download our free guides on studying techniques, anxiety management strategies, and thesis advice from Docsity tutors
Proyek merupakan rangkaian kegiatan yang mempunyai dimensi waktu, fisik dan biaya guna mewujudkan gagasan serta mendapatkan tujuan tertentu. Rangkaian kegiatan ini terdiri atas tahap studi kelayakan, tahap perencanaan dan perancangan, tahap pelelangan/tender, dan tahap pelaksanaan konstruksi.
Typology: Lecture notes
1 / 19
This page cannot be seen from the preview
Don't miss anything!
2.1. Konsep Penjadwalan Proyek Konstruksi Proyek merupakan rangkaian kegiatan yang mempunyai dimensi waktu, fisik dan biaya guna mewujudkan gagasan serta mendapatkan tujuan tertentu. Rangkaian kegiatan ini terdiri atas tahap studi kelayakan, tahap perencanaan dan perancangan, tahap pelelangan/tender, dan tahap pelaksanaan konstruksi. Dari hal ini dapat kita lihat bahwa perencanaan adalah salah satu bagian yang penting dalam proyek konstruksi. Perencanaan merupakan proses pemilihan informasi dan pembuatan asumsi-asumsi mengenai keadaan di masa yang akan datang untuk merumuskan kegiatan-kegiatan yang perlu dilakukan dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Tiga unsur utama yang menjadi pertimbangan dalam perencanaan adalah waktu ( time ), biaya ( cost ), dan mutu ( quality ). Dengan perencanaan yang tepat maka seluruh kegiatan proyek dapat dimulai dan selesai dengan alokasi waktu yang cukup, biaya serendah mungkin dan mutu yang dapat diterima (Soeharto, 1999). Dalam perencanaan proyek seorang pengambil keputusan dihadapkan pada pilihan dalam menetapkan sumber daya yang tepat. Salah satu bagian perencanaan adalah penjadwalan ( scheduling ), di mana penjadwalan ini merupakan gambaran dari suatu proses penyelesaian dan pengendalian proyek. Dalam penjadwalan ini akan tampak uraian pekerjaan, durasi atau waktu penyelesaian setiap pekerjaan, waktu mulai dan akhir setiap pekerjaan dan hubungan ketergantungan antara masing-masing kegiatan. Pada umumnya penjadwalan proyek dikerjakan oleh konsultan perencana dan kemudian dikoordinasikan dengan kontraktor dan pemilik ( owner ) dengan ketentuan yang telah disepakati dalam kontrak. Dengan demikian, maka penjadwalan waktu setiap kegiatan proyek perlu diatur secara efisien dan seoptimal mungkin sehingga tidak akan terjadi keterlambatan penjadwalan waktu, maka kontraktor membuat pengelolaan penjadwalan proyek sesuai dengan karakteristik proyek konstruksi yang direncanakan dan kondisi di lapangan pada waktu pelaksanaan, serta mudah untuk dimonitoring pada setiap waktu. Untuk penjadwalan waktu, yang akan dibahas pada penelitian ini adalah elaborasi antara Metode Bar Chart, Metode Network Diagram (CPM,PDM,PERT), serta Metode Penjadwalan Linear (Line of Balance, dan Time Chainage Diagram).
2.2. Bar Chart (Bagan Balok) Bar Chart (bagan balok) diperkenalkan pertama kali oleh Henry L. Gantt pada tahun 1917 semasa Perang Dunia I. Oleh karena itu, Bar Chart sering disebut juga dengan nama Gantt Chart sesuai dengan nama penemunya. Sebelum ditemukannya metode ini, belum ada prosedur yang sistematis dan analitis dalam aspek perencanaan dan pengendalian proyek (Soeharto, 1999 : 236). Gantt menciptakan teknik ini untuk memeriksa perkiraan durasi tugas versus durasi aktual. Sehingga dengan melihat sekilas, pemimpin proyek dapat melihat kemajuan pelaksanaan proyek. Sekarang ini, metode bagan balok masih digunakan secara luas dan merupakan metode yang umum digunakan sebagian besar penjadwalan dan pengendalian di industri konstruksi, terutama untuk menyusun jadwal induk suatu proyek, baik dari mulai kontraktor kecil sampai dengan kontraktor besar, dari sektor swasta sampai dengan BUMN. Menurut Soeharto (1999) metode ini dapat berdiri sendiri maupun dikombinasikan dengan metode lain yang lebih canggih.
2.2.1. Format Bar Chart Dalam Bar Chart (Bagan Balok), kegiatan digambarkan dengan balok horizontal. Panjang balok menyatakan lama kegiatan dalam skala waktu yang dipilih. Bagan balok terdiri atas sumbu y yang menyatakan kegiatan atau paket kerja dari lingkup proyek dan digambarkan sebagai balok, sedangkan sumbu x menyatakan satuan waktu dalam hari, minggu, atau bulan sebagai durasinya (Husen, 2008 : 135). Di sini, waktu mulai dan waktu akhir masing-masing pekerjaan adalah ujung kiri dan kanan dari balok-balok yang bersangkutan (Soeharto, 1999 : 235). Pada bagan balok juga dapat ditentukan milestone atau tonggak kemajuan sebagai bagian target yang harus diperhatikan guna kelancaran produktifitas proyek secara keseluruhan. Sedangkan untuk proses updating , bagan balok dapat diperpendek atau diperpanjang, yang menunjukkan bahwa durasi kegiatan akan bertambah atau berkurang sesuai kebutuhan dalam proses perbaikan jadwal (Husen, 2008 : 135). Format bagan balok ini sangat informatif, mudah dibaca dan efektif untuk komunikasi dengan berbagai pihak yang terlibat dalam proyek konstruksi, serta dapat dibuat dengan mudah dan sederhana baik dengan manual maupun dengan menggunakan komputer.
Gambar 2.2. Bar Chart untuk Tiga Unit Berulang ( Sumber : Laksito, 2005 )
Gambar 2.2 di atas menunjukkan Bar Chart untuk tiga unit berulang, di mana hubungan ketergantungan antara satu kegiatan dengan kegiatan yang lain tidak dapat ditunjukkan secara spesifik. Kekurangan dari metode Bar Chart sebagian dapat diatasi dengan Linked Gantt Chart. Hasilnya kemudian adalah seperti jadwal jaringan yang dapat menunjukkan hubungan ketergantungan antar kegiatan sehingga dapat memecahkan masalah urutan kegiatan di dalam kompleksitas proyek (Harrison, 1985 (dalam Arditi et al ., 2002(2))).
ACTIVITY (^) 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 BULK EXCAV. SERV. EXCAV. FOOT. EXCAV. CONCR. FOOT STEEL FRAME CONCR. SLAB WALLS ROOF ELECTRICAL PLUMBING CLEANUP
TIME IN DAYS
Gambar 2.3. Linked Gantt Chart ( Sumber : Uher, 1996 : 25 )
2.3. Metode Network Diagram Metode Network Diagram atau metode jaringan kerja diperkenalkan pada tahun 50- an oleh tim perusahaan DuPont dan Rand Corporation untuk mengembangkan sistem kontrol manajemen. Metode ini dimaksudkan untuk merencanakan dan mengendalikan sejumlah besar kegiatan yang memiliki hubungan ketergantungan yang kompleks dalam masalah desain- engineering , konstruksi, dan pemeliharaan. Metode ini relatif lebih sulit, hubungan antar kegiatan jelas, dan dapat memperlihatkan kegiatan kritis (Husen, 2008 : 138). Dari segi penyusunan jadwal, jaringan kerja dipandang sebagai suatu langkah penyempurnaan metode Bar Chart , karena dapat memberikan jawaban atas pertanyaan- pertanyaan yang belum terpecahkan oleh metode tersebut. Jaringan kerja merupakan metode yang mampu menyuguhkan teknik dasar dalam menentukan urutan dan kurun waktu kegiatan proyek, dan selanjutnya dapat memperkirakan waktu penyelesaian proyek secara keseluruhan (Soeharto, 1999 : 238). Dalam penyusunan suatu jaringan kerja proyek, terdapat tiga unsur penting yang harus diketahui (Moder et al ., 1983) :
Ada beberapa macam metode analisis jaringan kerja yang dapat digunakan dalam penjadwalan waktu proyek, antara lain (Soeharto, 1999 : 254) : a) Critical Path Method (CPM) b) Precedence Diagramming Method (PDM) c) Project Evaluation and Review Technique (PERT) Adapun istilah-istilah yang digunakan dalam Network Diagram adalah sebagai berikut : a. Earliest Start Time (ES) adalah waktu paling awal suatu kegiatan dapat dimulai, dengan memperhitungkan waktu kegiatan yang diharapkan dan persyaratan urutan kegiatan. b. Latest Start Time (LS) adalah waktu paling lambat untuk dapat memulai suatu kegiatan tanpa penundaan keseluruhan proyek. c. Earliest Finish Time (EF) adalah waktu paling awal suatu kegiatan dapat diselesaikan. d. Latest Finish Time (LF) adalah waktu paling lambat untuk dapat menyelesaikan suatu kegiatan tanpa penundaan penyelesaian proyek secara keseluruhan. e. Duration (D) adalah kurun waktu kegiatan.
2.3.1. CPM ( Critical Path Method ) CPM dikembangkan pada tahun 1957 oleh J.E. Kelly dari Remington Rand dan M.R. Walker dari DuPont untuk membantu pembangunan dan pemeliharaan pabrik kimia di Dupont (Prasetya dan Lukiastuti, 2009 : 33). Solusi CPM yang diadopsi oleh Kelly pada dasarnya berasal dari “ Linear Programming ” dan menggunakan notasi “I-J” untuk menggambarkan hubungan antar kegiatan (Weaver, 2006). Sekarang ini penjadwalan dengan menggunakan CPM sudah jarang dijumpai, dan pada umumnya hanya ditemukan di paper-paper akademik yang mana perhitungannya dilakukan secara manual (Weaver, 2006).
2.3.1.1. Teknik Perhitungan CPM Activity on arrow atau sering disebut dengan CPM ( Critical Path Method ) terdiri atas anak panah dan lingkaran/segiempat. Anak panah menggambarkan kegiatan/aktivitas, sedangkan lingkaran/segiempat menggambarkan kejadian ( event ). Kejadian ( event ) di awal anak panah disebut ”I”, sedangkan kejadian ( event ) di akhir anak panah disebut ”J” (Ervianto, 2005 : 233).
Setiap activity on arrow merupakan satu kesatuan dari seluruh kegiatan sehingga kejadian ( event ) ”J” kegiatan sebelumnya juga merupakan kejadian ( event ) ”I” kegiatan berikutnya.
Gambar 2.4. Gambar AOA ( Sumber : Husen, 2008 : 139 )
Dimana: i,j = Nomor peristiwa X = Nama kegiatan EET = Earliest Event Time (Saat Paling Awal Kegiatan) LET = Latest Event Time (Saat Paling Lambat Kegiatan) Y = Durasi kegiatan ES = Earliest Start Time (Saat paling cepat untuk mulai kegiatan) EF = Earliest Finish Time (Saat paling cepat untuk akhir kegiatan) LS = Latest Start Time (Saat paling lambat untuk mulai kegiatan) LF = Latest Finish Time (Saat paling lambat untuk akhir kegiatan)
Metode ini mempunyai karakteristik sebagai berikut (Husen, 2008 : 139) : · Diagram network dibuat dengan menggunakan anak panah untuk menggambarkan kegiatan dan node -nya menggambarkan peristiwanya/ event. Node pada permulaan anak panah ditentukan sebagai I- Node , sedangkan pada akhir anak panah ditentukan sebagai J- Node. · Menggunakan perhitungan maju untuk memperoleh waktu mulai paling awal (EETi) pada I-Node dan waktu mulai paling awal (EETj) pada J-Node dari seluruh kegiatan dengan mengambil nilai maksimumnya. Di sini berlaku pengertian bahwa waktu paling awal peristiwa terjadi adalah = 0. Adapun perhitungannya adalah : EETj = EETi + durasi X · Menggunakan perhitungan mundur untuk memperoleh waktu selesai paling lambat (LETi) pada I-Node dan waktu selesai paling lambat (LETj) pada J-Node dari seluruh kegiatan dengan mengambil nilai minimumnya. Adapun perhitungannya adalah : LETi = LETj - durasi X · Di antara dua peristiwa tidak boleh ada 2 kegiatan, sehingga untuk menghindarinya digunakan kegiatan semu atau dummy yang tidak mempunyai durasi.
I EETi EF LETi
EETj
LETj
b. FF ( Free Float ) ü Waktu tenggang maksimum di mana suatu kegiatan boleh terlambat tanpa menunda penyelesaian suatu kegiatan bila kegiatan tersebut dimulai pada saat paling awal peristiwa awalnya. ü Berguna untuk alokasi sumberdaya dan waktu dengan memindahkan ke kegiatan lain. ü FFij = EETj – EETi - Durasi (^) ij c. IF ( Independent Float ) ü Waktu tenggang maksimum di mana suatu kegiatan boleh terlambat tanpa menunda penyelesaian suatu kegiatan bila kegiatan tersebut dimulai pada saat paling lambat peristiwa awalnya. ü IFij = EETj – LETi - Durasi (^) ij
8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 X X
21 25
X (^4) L = 7 10 12 6
IF FF TF
Gambar 2.6. Variasi Float dari Suatu Kegiatan ( Sumber : Lembaga Administrasi Negara, 2007 )
2.3.1.2. Kritikan Terhadap CPM Metode network seperti CPM telah terbukti menjadi alat penjadwalan dan pengendalian proyek yang handal. Tetapi metode berbasis jaringan ini tidak cocok untuk proyek yang mempunyai sifat berulang, seperti yang telah ditulis secara luas dalam literatur (Reda, 1990; Suhail dan Neal, 1994; Hegazy dan Wassef, 2001; Arditi et al., 2002 (1)), karena aktifitas berulang sering memiliki tingkat produktifitas yang berbeda. CPM juga tidak memberikan efisien struktur untuk representasi tugas berulang. Semua tugas diwakili sama, dan tidak ada pertimbangan lokasi pekerjaan dalam jadwal, serta memerlukan penggunaan dummy aktifitas sebagai suatu teknik yang tidak mudah dipahami oleh semua orang untuk melengkapi logika jaringan (Hegazy dan Kamarah, 2008).
EET (^) i LET (^) i EET (^) j LET (^) j
Mp 40% Mp 60%
Mk 40% (^) Mk 60%
Metode CPM tidak cocok untuk mewakili dan atau menyeimbangkan tingkat produksi aktifitas berulang. Dengan demikian, tingkat ketidakseimbangan produksi dapat secara negatif berdampak pada kinerja proyek yang dapat menyebabkan berhentinya pekerjaan, inefisiensi penggunaan alokasi sumber daya, dan peningkatan biaya proyek (Lutz dan Halpin, 1992 (dalam Arditi et al., 2002(1))). Karena tidak mengindikasikan tingkat produksi dalam jaringan CPM, maka situasi ini tidak akan pernah terantisipasi oleh penjadwal selama pengembangan suatu jaringan, dan juga tidak dapat dideteksi dalam analisis jaringan pada umumnya. Kelemahan lain dari metode CPM menurut Laksito (2005) adalah hanya mengenal hubungan finish to start saja. Oleh karena itu, apabila diterapkan pada proyek multiunit penggunannya menjadi tidak efektif karena mengandung terlalu banyak hubungan dan menciptakan kegiatan dummy yang sangat banyak.
Gambar 2.7. Penggunaan Dummy Pada CPM untuk Memecah Kegiatan Pada Kegiatan yang Berulang ( Sumber : Soeharto, 1999 : 279 )
2.3.2. PDM ( Precedence Diagram Method ) PDM dikembangkan pada tahun 1960-an oleh Angkatan Laut AS yang bekerjasama dengan Profesor Dr. John Fondahl dari Stanford University untuk mengembangkan metode perhitungan CPM yang juga akan memecahkan penggunaan " Dummy " dependensi. Dr. Fondahl membalik metode diagram AOA ke metode AON secara tradisional yang dikenal dengan precedence method. Pada mulanya hanya ada hubungan FS saja. Proposal Dr Fondahl diterbitkan sekitar tahun 1977 di Western Construction (Weaver, 2006). Segera setelah itu, IBM mengembangkan program komputer yang mengoperasikan perhitungan precedence network. Metode Fondahl ini kemudian menjadi pilihan untuk critical path
Keterangan : Mt : Menggali tanah Mp : Meletakkan pipa Mk : Menimbun kembali
Gambar 2.8. Konstrain Finish to Start ( Sumber : Soeharto, 1999 : 282 )
Gambar 2.9. Konstrain Start to Start ( Sumber : Soeharto, 1999 : 282 )
Kegiatan (i) Kegiatan (j) FS(i-j) = a Konstrain FS
Kegiatan (i)
Kegiatan (j)
SS(i-j) = b Konstrain SS
Gambar 2.10. Konstrain Finish to Finish ( Sumber : Soeharto, 1999 : 282 )
Gambar 2.11. Konstrain Start to Finish ( Sumber : Soeharto, 1999 : 282 ) Jadi dalam menyusun jaringan PDM, khususnya menentukan urutan ketergantungan, mengingat adanya bermacam konstrain tersebut, maka lebih banyak faktor yang harus diperhatikan dibanding CPM. Faktor ini dapat dikaji misalkan dengan menjawab berbagai pertanyaan berikut:
Kegiatan (i)
Kegiatan (j)
FF(i-j) = c Konstrain FF
Kegiatan (i)
Kegiatan (j)
SF(i-j) = d Konstrain SF
FF ij
FS ij
SS ij SF ij
NO. KEG. DURASI
i
ES EF LS KEGIATAN LF
JENIS ES JENIS EF
NO. KEG. DURASI
LS KEGIATANj LF
Gambar 2.14. Hubungan Kegiatan i dan j ( Sumber : Ervianto, 2005 : 251 )
· Perhitungan maju dilakukan untuk mendapatkan Earliest Start (ES) dan Earliest Finish (EF), jika lebih dari satu anak panah yang masuk dalam kegiatan maka diambil yang terbesar. Kegiatan I adalah kegiatan predecessor , sedangkan kegiatan J adalah kegiatan yang dianalisis. Besarnya ES (^) j dan EFj adalah sebagai berikut : ES (^) j = ES (^) i + SSij atau ESj = EFi + FS (^) ij EFj = ES (^) i + SFij atau EFj = EFi + FFij atau ES (^) j + Dj Jika tidak ada FS (^) ij atau SS (^) ij dan kegiatan non-splitable maka ES (^) j = EFj - Dj. · Perhitungan mundur dilakukan untuk mendapatkan Latest Start (LS) dan Latest Finish (LF), jika lebih dari satu anak panah yang keluar dari kegiatan maka diambil yang terkecil. Kegiatan J adalah kegiatan successor , sedangkan kegiatan I adalah kegiatan yang dianalisis. Besarnya LS (^) i dan LFi adalah sebagai berikut : LS (^) i = LS (^) j - SS (^) ij atau LS (^) i = LFj - SFij atau LFi – Di LFi = LFj - FFij atau LFi = LS (^) j - FS (^) ij Jika tidak ada FFij atau FS (^) ij dan kegiatan non-splitable maka LFi = LS (^) i + Di. · Adapun lintasan kritis ditandai oleh beberapa keadaan sebagai berikut : ES = LS atau EF = LF atau LF – ES = Durasi kegiatan · Float : sejumlah waktu yang tersedia dalam suatu kegiatan sehingga kegiatan tersebut dapat ditunda atau diperlambat dengan sengaja atau tidak, tanpa menyebabkan keterlambatan penyelesaian proyek. Ada dua jenis float, yaitu : ü Total float : sejumlah waktu yang tersedia untuk penundaan suatu kegiatan tanpa memengaruhi penyelesaian proyek secara keseluruhan. Total Float (TF)i = Minimum (LS (^) j - EFi ) ü Free float : sejumlah waktu yang tersedia untuk penundaan suatu kegiatan tanpa memengaruhi dimulainya kegiatan yang langsung mengikutinya.
Free Float (FF)i = Minimum (ES (^) j - EFi ) · Lag, menurut Husen (2008) adalah sejumlah waktu tunggu dari suatu periode kegiatan J terhadap kegiatan I yang telah dimulai, terjadi pada hubungan SS dan SF. · Lead, menurut Husen (2008) adalah sejumlah waktu yang mendahului dari suatu periode kegiatan J sesudah kegiatan I sebelum selesai, terjadi pada hubungan FS dan FF.
2.3.2.3. Kegiatan Splitable Kegiatan slpitable adalah suatu kegiatan yang mempunyai total float sehingga dapat dihentikan sementara dan kemudian dilanjutkan kembali beberapa saat kemudian (Ervianto, 2005 : 252). 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 KEGIATAN A KEGIATAN A1 INTERUPSI KEGIATAN A Gambar 2.15. Kegiatan Splitable ( Sumber : Ervianto, 2005 : 252 ) Adapun hitungan maju dan hitungan mundur untuk kegiatan splitable dapat dilihat pada tabel 2.1. Tabel 2.1. Hitungan Maju dan Mundur Kegiatan Splitable ( Sumber : Ervianto, 2005 : 253 )
ESj = EFj - Dj - Interupsi EFj = ESj + Dj + Interupsi EFj - ESj = Dj + Interupsi
LSi = LFi - Di - Interupsi LFi = LSi + Di + Interupsi LFi - LSi = Di + Interupsi
KEGIATAN SPLITABLE Hitungan Maju ( Forward Analysis )
Hitungan Mundur ( Backward Analysis )
2.3.2.4. Kegiatan Non-Splitable Kegiatan non-slpitable adalah suatu kegiatan yang tidak mempunyai total float sehingga tidak diijinkan untuk berhenti di tengah pelaksanaannya (Ervianto, 2005 : 253). 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
KEGIATAN A
KEGIATAN A
Gambar 2.16. Kegiatan Non-Splitable ( Sumber : Ervianto, 2005 : 253 )
Total Float
3 3 3 24
24 3C 16 B1^19 19 B1^21 21 B
22 2F 23 H
3 3 3 21
14 3C 13 B1^16 16 B1^18 18 B
12 2F 13 H
4 3C 15 B1 3 18
3 H 13 B1 3 15
(^2) B12F 10 3 13
Gambar 2.17. Diagram Jaringan Kerja PDM Untuk Tiga Unit Berulang ( Sumber : Laksito, 2005 )
Gambar 2.18. Bagan Balok Transfer dari Jaringan Kerja PDM ( Sumber : Laksito, 2005 )