







Study with the several resources on Docsity
Earn points by helping other students or get them with a premium plan
Prepare for your exams
Study with the several resources on Docsity
Earn points to download
Earn points by helping other students or get them with a premium plan
Community
Ask the community for help and clear up your study doubts
Discover the best universities in your country according to Docsity users
Free resources
Download our free guides on studying techniques, anxiety management strategies, and thesis advice from Docsity tutors
It is Indonesian explanation of theClimate Village program in Indonesia. The Paris Agreement is an international agreement that regulates climate change mitigation, adaptation, and financing. It has been signed by 192 countries and the European Union, who have committed to implementing related programs. Indonesia has ratified the agreement and launched the Climate Village Program (ProKlim) as a concrete measure. ProKlim is an environmental program at the village level that involves mitigation, adaptation, and community empowerment. This research focuses on the implementation strategies of the Paris Agreement through the decentralization of the Climate Village Program in Indonesia, with examples of implementation in the Central Java Province and Banyumas Regency. ProKlim contributes significantly to the reduction of greenhouse gas emissions at the village level following the ratification of the Paris Agreement.
Typology: Assignments
1 / 13
This page cannot be seen from the preview
Don't miss anything!
Dionisius Inti De Intipunku Universitas Jenderal Soedirman Email Penulis: dionisius9ku@gmail.com Abstrak Paris Agreement adalah perjanjian internasional yang mengatur mitigasi, adaptasi, dan pembiayaan perubahan iklim. Ada 192 negara dan Uni Eropa yang telah menandatangani dan berkomitmen untuk menjalankan program-program terkait. Indonesia meratifikasi perjanjian tersebut dan meluncurkan Program Kampung Iklim (ProKlim) sebagai langkah konkret. ProKlim adalah program lingkungan di tingkat desa yang melibatkan mitigasi, adaptasi, dan pemberdayaan masyarakat. Sampai tahun 2017, lebih dari 1.300 lokasi telah mendaftar dalam program ini. ProKlim menjadi instrumen penting dalam pengendalian perubahan iklim dan melibatkan berbagai pihak, dari masyarakat lokal sampai kementerian. Indonesia memiliki kewajiban untuk melaporkan rencana dalam NDC dan menyediakan informasi yang transparan serta melaporkan kepada UNFCCC. Penelitian ini berfokus pada strategi implementasi Paris Agreement melalui Desentralisasi Program Kampung Iklim di Indonesia, dengan contoh pelaksanaan di Provinsi Jawa Tengah dan Kabupaten Banyumas. ProKlim memberikan kontribusi penting dalam upaya penurunan emisi gas rumah kaca di tingkat desa setelah ratifikasi Paris Agreement. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Dengan menggunakan sumber data primer berupa wawancara dengan penanggung jawab pelaksana Proklim di Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan data sekunder berupa publikasi dan data dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia, buku, jurnal, artikel, serta situs resmi. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teori environmentalisme dan konsep desentralisasi. Kata kunci: Paris Agreement, Implementasi NDC, Program Kampung Iklim Indonesia, Environmentalisme, Desentralisasi. Pendahuluan Latar Belakang
Paris Agreement merupakan perjanjian internasional yang diadopsi di bawah United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) untuk mengatasi perubahan iklim. Perjanjian ini melibatkan 192 negara dan Uni Eropa yang bertujuan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan membatasi kenaikan suhu global di bawah 2 °C, dengan upaya lebih lanjut untuk mencapai kenaikan suhu hanya sebesar 1,5 °C. Indonesia adalah salah satu negara yang telah menandatangani dan meratifikasi Paris Agreement. Pada tahun 2016, Indonesia meratifikasi perjanjian ini melalui Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016. Sejak itu, Indonesia telah melaksanakan berbagai program lingkungan hidup yang sesuai dengan prinsip-prinsip Paris Agreement. Salah satu program yang dijalankan oleh pemerintah Indonesia adalah Program Kampung Iklim (ProKlim). Program ini merupakan program lingkungan hidup berskala nasional yang dilaksanakan di tingkat desa dan kelurahan di bawah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. ProKlim telah dimulai sejak tahun 2011 dan mengalami perubahan setelah ratifikasi Paris Agreement pada tahun 2016. Program ProKlim bertujuan untuk mengatasi masalah terkait iklim dan lingkungan di tingkat desa sesuai dengan kebutuhan dan kondisi daerah tersebut. Terdapat empat kategori klasifikasi dalam Program ProKlim, yaitu Pratama, Madya, Utama, dan Lestari. Setiap desa yang mengambil bagian dalam program ini harus memenuhi ketentuan yang ditetapkan dalam ProKlim. Ada tiga bidang utama yang harus dipenuhi oleh setiap desa dalam Program ProKlim, yaitu mitigasi, adaptasi, dan pemberdayaan masyarakat. Bidang mitigasi berfokus pada upaya menurunkan tingkat emisi gas rumah kaca. Bidang adaptasi bertujuan untuk meningkatkan kemampuan desa dalam menghadapi dampak perubahan iklim. Sedangkan pemberdayaan masyarakat memiliki peran penting dalam menjaga keberlanjutan dan kesinambungan aksi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim di tingkat desa. Program ProKlim juga melibatkan berbagai pihak, mulai dari kelompok masyarakat, pengurus desa/kelurahan, pemerintah daerah, dunia usaha, perguruan tinggi, lembaga non-pemerintah, sampai kementerian/lembaga di tingkat nasional. Semua pihak tersebut berkontribusi dalam pelaksanaan program ini. Batasan Tulisan Fokus penelitian ini adalah implementasi Paris Agreement melalui Desentralisasi Program Kampung Iklim. Penelitian ini mempelajari perbedaan implementasi ProKlim sebelum dan setelah ratifikasi Paris Agreement. Setelah ratifikasi, ProKlim menjadi lebih terstruktur dan menjadi salah satu program lingkungan yang terintegrasi dengan baik di tingkat desa. ProKlim memberikan kontribusi penting dalam upaya penurunan emisi gas rumah kaca di tingkat desa setelah ratifikasi Paris Agreement. Sebagai studi kasus,
d) Memperoleh kemudahan untuk mengakses sumber pendanaan, teknologi transfer, peningkatan kapasitas bagi implementasi aksi mitigasi dan adaptasi. Dalam ketentuan Paris Agreement dalam pasal 2 ayat 1, sebagai tujuan utama konvensi ini dijelaskan bahwa para negara anggota harus bersama-sama menahan laju kenaikan suhu rata-rata global di bawah 2°C di atas suhu di masa pra-industrialisasi dan melanjutkan upaya untuk membatasi kenaikan suhu sampai 1,5°C di atas suhu di masa pra–industrialisasi; meningkatkan kemampuan adaptasi terhadap dampak perubahan iklim dan mendorong ketahanan iklim dan melakukan pembangunan yang rendah emisi gas rumah kaca, tanpa mengancam produksi pangan; dan membuat aliran dana yang konsisten dengan arah pembangunan yang rendah emisi gas rumah kaca dan berketahanan iklim. Lalu berdasarkan pasal 4 ayat 2 yang berbunyi “Setiap Pihak wajib menyiapkan, menyampaikan dan mempertahankan kontribusi yang ditetapkan secara nasional untuk periode selanjutnya yang ingin dicapai. Para pihak harus melakukan upaya mitigasi di dalam negeri, guna mencapai tujuan dari kontribusi tersebut”. Hal ini yang menjadi landasan tiap-tiap negara anggota harus melaksanakan dan mengkomunikasikan upaya ambisiusnya dan menunjukkan kemajuan dari waktu ke waktu, yang terkait dengan kontribusi yang ditetapkan secara nasional (mitigasi, adaptasi), dan dukungan pendanaan, teknologi dan pengembangan kapasitas bagi negara berkembang oleh negara maju yang diwujudkan dalam dokumen yang disebut Nationally Determined Contributions (NDCs). NDC merupakan hal baru bagi negara berkembang, termasuk Indonesia. Penerapannya diperlukan strategi yang sesuai dengan tingkat kesiapsiagaan masing-masing negara. Dalam menerapkan strategi implementasi NDC, Indonesia merencanakan inisiatif mitigasi dan adaptasi sebagai inisiatif terpadu untuk meningkatkan keberlanjutan dalam melindungi sumber daya pangan, air, dan energi. Strategi Implementasi NDC ini dibagi menjadi sembilan program, dari tahap persiapan sampai akhir, untuk meninjau dan memperbarui komitmen NDC pada interval yang ditentukan. Kesembilan program tersebut yaitu:
Jumlah 670 Lokasi 554.438,07 Ton CO2e Sumber: Dinas Lingkungan Hidup Jawa Tengah, 2023. Di Jawa Tengah sejak tahun 2017 mengalami peningkatan yang signifikan dalam jumlah desa yang mengikuti Proklim sampai tahun 2020. Kemudian menurun di tahun 2021 dan meningkat lagi di tahun 2022. Dengan total 670 lokasi Proklim sampai tahun 2022, angka tersebut adalah hasil yang bagus. Karena walaupun masih tergolong sedikit dari ribuan desa di Jawa Tengah, partisipasi tersebut telah berkontribusi menurunkan total emisi karbon sebanyak 554.438,07 ton CO2e dengan kontribusi penurunan emisi karbon tertinggi di tahun 2020-2021. Untuk Kabupaten Banyumas, Proklim yang tercatat dan teregistrasi baru ada 27 desa/kelurahan dari tahun 2019-2022. Pada tahun 2019 baru Desa Langgongsari yang mengikuti Proklim dan mencapai Proklim utama dengan skor 92,25%. Kemudian di tahun 2020 ada 12 desa yang mengajukan Proklim, dua diantaranya yaitu Kelurahan Mersi dan Sambengwetan mencapai proklim utama. Pada tahun 2021 ada 3 desa yang mengajukan Proklim dengan Desa Karangsalam Lor yang mencapai Proklim Utama. Lalu pada tahun 2022 ada 13 desa yang mengajukan Proklim dengan 4 desa yang masuk kedalam Proklim utama. Proklim memiliki manfaat signifikan dalam aspek lingkungan hidup. Program ini bertujuan membantu daerah-daerah di Indonesia mengatasi masalah lingkungan dan iklim melalui adaptasi, mitigasi, dan kelembagaan. Proklim menawarkan berbagai kegiatan adaptasi dan mitigasi yang dapat dilakukan di seluruh jenis daerah di Indonesia, mulai dari pegunungan, perkotaan, pedesaan, hutan, pantai, daerah rawan kekeringan, sampai daerah rawan banjir. Dengan mengimplementasikan kegiatan Proklim yang sesuai dengan kondisi lingkungan dan iklim setempat, daerah dapat meningkatkan efektivitas upaya adaptasi dan mitigasi dalam mengatasi masalah lingkungan dan iklim. Ada beberapa kegiatan Proklim yang wajib dilakukan semua lokasi Proklim. Yaitu, pertama dalam upaya Adaptasi ada kegiatan pengendalian penyakit terkait iklim. Kegiatan ini wajib dilakukan karena semua daerah di Indonesia rentan terhadap penyakit iklim. Kedua, dalam Kelembagaan Masyarakat dan dukungan Keberlanjutan ada kegiatan kelembagaan masyarakat, dukungan kebijakan terkait pengendalian perubahan iklim partisipasi masyarakat kapasitas masyarakat, dukungan sumberdaya eksternal, pengembangan kegiatan pengelolaan data aksi, dan manfaat terhadap ekonomi, sosial dan lingkungan. Faktor kelembagaan ini sangat penting, karena agar pelaksanaan Proklim menjadi lebih baik dan mudah diperlukan sebuah lembaga tersendiri yang khusus mengelola Proklim di daerah tersebut. Dalam kegiatan kelembagaan ini tidak hanya diharuskan membangun sebuah
kelompok pengelola, dalam kegiatan ini juga mengharuskan adanya legal support (dukungan hukum) dari pemerintah terkait untuk mendukung pelaksanaan Proklim. Apalagi Proklim ini adalah langkah yang harus diambil sebuah desa untuk mengajukan CSR (Corporate Social Responsibility). Ketiga, setelah melaksanakan pendaftaran dan teregistrasi semua lokasi proklim harus mengisi Aplikasi SPECTRUM (aplikasi ini digunakan untuk pencatatan kegiatan mitigasi di tiap lokasi Proklim agar dapat dipantau secara daring dari pusat) sebagai tahapan wajib upaya Mitigasi. SPECTRUM ini adalah sebuah aplikasi yang digunakan untuk memetakan kegiatan-kegiatan mitigasi di tingkat tapak. Nantinya lewat aplikasi tersebut akan dilakukan pemantauan secara realtime kondisi di tingkat tapak oleh pemerintah pusat. Dalam Paris Agreement, sektor ekonomi menjadi fokus penting selain aspek lingkungan hidup. Negara maju memberikan pembiayaan kepada negara berkembang untuk kegiatan adaptasi dan mitigasi, yang diharapkan menghasilkan output ekonomi untuk masyarakat dan negara. Dalam Proklim, salah satu capaian utamanya adalah manfaat ekonomi, seperti peningkatan ketahanan pangan di desa dengan penerapan pola tanam heterokultur, sistem irigasi, dan pelestarian potensi pangan lokal. Pengelolaan sampah dan limbah juga memberikan manfaat ekonomi melalui pengolahan plastik, produksi pupuk organik, biogas, briket kayu, dan kerja sama antardesa dalam pengelolaan sampah. Proklim sedang dikembangkan dengan sistem yang memungkinkan desa-desa bertukar komoditi atau bekerja sama untuk memenuhi kebutuhan masing-masing desa dan meningkatkan fungsi ekonomi. Selain itu, Proklim memiliki fungsi sosial dengan memberdayakan masyarakat dalam menghadapi bencana terkait iklim, meningkatkan budaya gotong royong, membangun komunikasi dan publikasi yang transparan, serta menumbuhkan sifat-sifat demokrasi melalui kegiatan kelembagaan dan desentralisasi. Secara umum, Proklim dapat memperbesar kemandirian masyarakat dan membantu menciptakan kesejahteraan ekonomi yang lebih baik.
3. Desentralisasi Program Kampung Iklim Proklim adalah program yang tepat untuk diimplementasikan di Indonesia sebagai implementasi langsung dari Paris Agreement. Dalam rangka menjangkau wilayah yang luas dan jumlah penduduk yang besar, Proklim mengadopsi pendekatan desentralisasi. Pendekatan ini memungkinkan adaptasi dan mitigasi Proklim dilakukan secara efektif di setiap daerah. Dengan melibatkan masyarakat dalam memilih kegiatan yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi wilayah mereka, mereka dapat merasa memiliki dan terlibat dalam program ini. Melalui implementasi Proklim di tingkat desa, pemerintah dapat memantau dan memfasilitasi kegiatan adaptasi dan mitigasi dengan lebih efektif. Dalam konteks ini,
Sementara itu, konsep desentralisasi akan digunakan untuk menganalisis sejauh mana pelaksanaan program Kampung Iklim yang dilaksanakan secara desentralisasi ini sesuai dengan tolak ukur desentralisasi. Program Kampung Iklim memenuhi tolak ukur environmetalisme dalam hubungan internasional karena Proklim adalah bentuk pengimplementasian Paris Agreement di Indonesia dan dalam pelaksanaannya, upaya adaptasi dan mitigasi dalam Proklim memenuhi nilai-nilai Resource Conservation, Human Welfare Ecology, Preservation, Animal Liberation, dan ecocentris dari semua kegiatan di dalam Proklim. Sistem pelaksanaan Proklim ini juga memenuhi tolak ukur desentralisasi karena memiliki kesinambungan struktur dari pemerintah pusat sampai ke pemerintah lokal melalui struktur regulasinya, dan memiliki struktur bottom up dari pemerintahan lokal. Program ini juga memiliki kekuatan pembuatan keputusan yang sama di semua kelas sosial dan kelas ekonomi. Proklim ini membantu pemerintah meningkatkan efektivitas, efisiensi, dan kepekaan terhadap kebutuhan dan tuntutan yang berbeda di tiap daerah. Program ini juga memperbesar kemandirian antara kelompok dan organisasi daerah yang menjalankan Proklim serta mengembangkan cara-cara yang tepat untuk merencanakan dan menjalankan program- program dalam mengatasi masalah-masalah terkait lingkungan hidup dan iklim. Meskipun dalam pelaksanaannya masih jauh dari kata sempurna. Masih banyak tantangan yang harus dihadapi baik dari masyarakat, pemerintah, maupun stakeholder terkait Proklim. Seperti, perbedaan pendapat dan tujuan para pelaksana Proklim, sulitnya mengedukasi masyarakat dan pemerintah desa akan kegiatan Proklim, sampai sulitnya penyelarasan Proklim dengan program-program pembangunan pemerintah desa. Juga masih banyak perbaikan sistem yang harus dilakukan pemerintah dalam Proklim. Seperti mempercepat sistem aksi pemenuhan kebutuhan dalam Proklim, memperketat pengawasan dan evaluasi pelaksanaan Proklim, sampai pengintegrasian Proklim yang lebih merata, optimal dan efisien. Penutup Kesimpulan Dalam penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa Program Kamp ung Iklim yang dilakukan oleh Indonesia adalah salah satu strategi i mplementasi Paris Agreement di Indonesia. Pelaksanaannya secara desentralisasi memberikan banyak kemudahan dan keleluasaan untuk Proklim dalam mengatasi masalah-masalah terkait lingkungan dan iklim di daerah-daerah Indonesia. Seperti yang dijelaskan di bab sebelumnya, Proklim ini telah membantu daerah-daerah di
Indonesia dalam menghadapi masalah lingkungan dan iklim. Selain itu Proklim ini juga membantu Indonesia dalam mencapai tujuan dalam Paris Agreement yaitu penurunan emsisi karbon. Kegiatan Proklim juga dapat memberikan manfaat dalam aspek lingkungan hi dup, ekonomi dan sosial sesuai pasal 4 dan pasal 10 Paris Agreement, dan dapat meningkatkan aspek ekonomi dan sosial mas yarakat Indonesia. Program Kampung Iklim memenuhi tolak ukur environmetalisme dalam hubungan internasional karena Proklim adalah bentuk pengimplementasian Paris Agreement di Indonesia dan dalam pelaksanaannya, Proklim memenuhi nilai-nilai Resource Conservation, Human Welfare Ecology, Preservation, Animal Liberation, dan ecocentris dari semua kegiatan di dalam Proklim. Proklim ini juga memenuhi tolak ukur desentralisasi karena memiliki kesinambungan struktur dari pemerintah pusat sampai ke pemerint ah lokal melalui struktur regulasinya, dan memiliki struktur bottom up dari pemerintahan lokal. Program ini juga memiliki kekuatan pem buatan keputusan yang sama di semua kelas sosial dan kelas ekono mi. Proklim ini membantu pemerintah meningkatkan efektivitas, efisiensi, dan kepekaan terhadap kebutuhan dan tuntutan yang berbeda di tiap daerah. Program ini juga memperbesar kemandirian antara kelompok dan organisasi daerah yang menjalankan Proklim serta mengembangkan cara-cara yang tepat untuk merencanakan dan menjalankan program-program dalam mengatasi masalah- masalah terkait lingkungan hidup dan iklim. Saran Untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi program Kampu ng Iklim, penulis menyarankan agar pemerintah daerah dapat lebih memperketat pengawasan dan evaluasi terhadap pelaksanaannya. Dengan melakukan pengawasan yang lebih ketat dan evaluasi yang terus menerus, program dapat terus diperbaiki sehingga mencapai t ujuan yang diinginkan. Selain itu, penulis juga berharap pemerintah pusat dapat membangun kerangka besar sistem yang dapat memba ntu pelaksanaan program Kampung Iklim menjadi lebih optimal, efis ien, transparan, dan merata di seluruh wilayah Proklim. Dengan ada nya kerangka besar sistem yang terintegrasi dengan baik, diharapk an program dapat dikelola dengan lebih baik dan memberikan manf aat yang lebih besar bagi masyarakat yang terlibat dalam program. Daftar Pustaka Buku
dari http://ditjenppi.menlhk.go.id/kcpi/index.php/tentang/amanat- perubahan- iklim/komitmen-indonesia Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia. (2021). Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2021 Tentang Pelaksanaan Rehabilitasi Hutan Dan Lahan. Pemerintah Republik Indonesia. Undang-undang nomor 16 tahun 2016 tentang Pengesahan Paris Agreement to The United Nations Framework Convention on Climate Change (Persetujuan Paris Atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa- Bangsa mengenai Perubahan Iklim). Lembaran Negara RI tahun.2016 nomor 204, Tambahan Lemabaran Negara nomor.5939. Sekertariat Negara, Jakarta https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/ United NatIons. (n.d.). The Paris Agreement | United Nations. the United Nations. Diakses pada 24 Agustus 2022, dari https://www.un.org/en/climatechange/paris-agreement Wawancara dengan Bapak Haryo Pambudi, S.Huy., M.Sc. selaku Kepala Balai Pengendalian Perubahan Iklim Wilayah Jawa Bali Nusa Tenggara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 21 Maret 2023. https://drive.google.com/file/d/1oAl2v9YjLt3tpea9AEvW13aE8cM2o eN/view?Us p=drive_link Wawancara dengan Ibu Ninik Damiyati selaku Kepala Fungsional Pengendalian Dampak Lingkungan Ahli Muda Dinas Lingkungan Hidup Jawa Tengah. 17 Maret 2023. https://drive.google.com/file/d/1p_dp4xJmnfXXX9MKBF22KkxIx1o2m tea/view?u sp=drive_link Wawancara dengan Bapak Stephanus Sigit selaku Kepala Seksi Pengendalian dan Pencegahan Pencemaran Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Banyumas. 13 Maret