



































































Study with the several resources on Docsity
Earn points by helping other students or get them with a premium plan
Prepare for your exams
Study with the several resources on Docsity
Earn points to download
Earn points by helping other students or get them with a premium plan
Community
Ask the community for help and clear up your study doubts
Discover the best universities in your country according to Docsity users
Free resources
Download our free guides on studying techniques, anxiety management strategies, and thesis advice from Docsity tutors
An overview of cardiac rehabilitation for patients who have undergone coronary artery bypass graft (cabg) surgery. It discusses the importance of cardiac rehabilitation in optimizing recovery and long-term health for cabg patients. The goals, indications, and contraindications of cardiac rehabilitation programs, as well as the key components such as exercise-based rehabilitation, risk factor control, education, and psychological support. It also highlights the multidisciplinary approach involved in delivering effective cardiac rehabilitation. The document emphasizes the need for cabg patients to have access to quality cardiac rehabilitation programs to improve their outcomes and quality of life. Overall, this document serves as a comprehensive resource for understanding the role of cardiac rehabilitation in the management of cabg patients.
Typology: Study Guides, Projects, Research
1 / 75
This page cannot be seen from the preview
Don't miss anything!
salah satu landasan rehabilitasi jantung, meningkatkan kebugaran kardiovaskular, kekuatan, dan daya tahan. Latihan dapat mengurangi risiko kejadian jantung dan meningkatkan kualitas hidup. Pasien juga dapat mengurangi risiko kejadian jantung di masa depan dengan belajar tentang diet sehat jantung, berhenti merokok, dan manajemen stres. Rehabilitasi jantung adalah komponen penting dari proses pemulihan bagi pasien yang telah menjalani operasi CABG. Ini membantu pasien mendapatkan kembali kekuatan fisik mereka, mengurangi risiko kejadian jantung di masa depan, dan meningkatkan kualitas hidup mereka secara keseluruhan. Oleh karena itu, sangat penting bagi pasien yang menjalani operasi CABG untuk menerima akses ke program rehabilitasi jantung yang berkualitas untuk mengoptimalkan pemulihan dan kesehatan jangka panjang mereka (Dewi et al., 2021; Hillis et al., 2011).
2.1 Anatomi pembuluh darah koroner jantung Jantung adalah organ berbentuk kerucut dengan 4 ruangan berotot yang terletak di rongga toraks dan dibungkus oleh perikardium. Ventrikel kanan dan kiri berfungsi sebagai pemompa utama, sementara atrium kanan dan kiri memompa darah ke ventrikel masing-masing. Otot jantung disuplai oleh arteri koroner kanan dan kiri yang keluar dari pangkal aorta di atas katup aorta.(Lilly and Harvard Medical School, 2016). Setelah keluar dari pangkal aorta, pembuluh darah koroner ini akan melewati anterior dan masing-masing berjalan di setiap sisi of arteri pulmonalis. Arteri koroner utama kiri (left main coronary artery) melintas di antara atrium kiri dan trunkus pulmonalis untuk mencapai ke lekukan atrium-ventrikel dan bercabang menjadi arteri koroner left anterior descending (LAD) dan arteri sirkumfleksa. LAD kemudian berjalan di sepanjang lekukan interventrikular bagian anterior menuju ke apeks jantung. Pada saat menuruni permukaan anterior, LAD memberikan cabang septal yang memberikan suplai ke dua pertiga anterior dari septum interventrikular dan bagian apeks dari otot papilaris anterior. LAD juga memberikan cabang diagonal yang mensuplai permukaan anterior dari ventrikel kiri. Arteri sirkumfleksa kemudian berlanjut di dalam lekukan atrium-ventrikel dan melewati sisi kiri jantung untuk mencapai permukaan posterior. Ia memberikan cabang marginal yang besar untuk mensuplai dinding lateral dan posterior dari ventrikel kiri. Right Coronary Artery (RCA) berjalan pada lekukan atrium-ventrikular sisi kanan melewati posterior antara atrium kanan dan ventrikel. Arteri ini memasok darah ke ventrikel kanan melalui cabang marginal akut. Pada kebanyakan orang, RCA distal memberikan cabang besar yaitu arteri descendeing posterior. Pembuluh ini berjalan dari aspek inferoposterior dari jantung ke apeks dan memasok darah ke dinding inferior dan posterior dari ventrikel dan sepertiga posterior dari septum interventrikular. Tepat sebelum meberikan cabang posterior descending, RCA biasanya memberikan cabang berupa arteri nodal AV (Lilly and Harvard Medical School, 2016).
vena-vena thebesian memberikan rute tambahan untuk darah kembali ke ruangan jantung (Lilly and Harvard Medical School, 2016) 2.2 Penyakit Jantung Iskemik 2.2.1 Definisi Penyakit jantung iskemik merupakan suatu kondisi dimana terjadi ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen miokardial yang kebanyakan disebabkan oleh aterosklerosis pada arteri koroner. Presentasi klinis dari penyakit ini sangat bervariasi dan membentuk berbagai spektrum dari sindroma (Lilly and Harvard Medical School, 2016). Tabel 2. 1 Definisi klinis terkait sindroma pada penyakit jantung iskemik (Lilly and Harvard Medical School, 2016).
2.2.2 Fisiologis suplai dan kebutuhan oksigen miokardial Pada jantung yang normal. Kebutuhan oksigen miokardium selalu secara terus menerus sesuai dengan suplai dari arteri koroner. Bahkan pada saat sedang berolahraga dengan intensitas sangat tinggi, ketika kebutuhan metabolik dari jantung meningkat, maka pengiriman oksigen ke sel-sel miokardial juga akan meningkat sehingga tercapai kondisi yang seimbang. Apa saja yang menjadi penentu suplai dan kebutuhan oksigen miokardial dapat dilihat pada gambar di bawah. Hal ini kan membantu menjelaskan mengapa perubahan dari keseimbangan ini dapat menjelaskan proses yang terjadi pada penyakit arteri koroner yang mengalami aterosklerosis (Lilly and Harvard Medical School, 2016). Gambar 2. 2 Faktor penentu utama dari suplai dan kebutuhan oksigen miokardial. P = tekanan ventrikular; r = radius ventrikular; h = ketebalan dinding ventrikular (Lilly and Harvard Medical School, 2016). Suplai oksigen ke miokardium bergantung pada kandungan oksigen di darah dan kecepatan aliran darah koroner. Aliran darah koroner lebih dinamis dan regulasi terhadap alirannya bertanggung jawab terhadap kesesuaian suplai oksigen dengan kebutuhan metabolik. Pada koroner, tekanan perfusi dapat diperkirakan dari tekanan diastolik aorta. Tiga faktor penentu mayor dari kebutuhan oksigen miokardial adalah stress dinding ventrikel, denyut jantung, dan kontraktilitas. Dalam kondisi normal, mekanisme autoregulator akan mengatur tonus koroner untuk menyesuaikan dengan suplai oksigen dengan
Gambar 2. 3 Patofisiologi pada temuan klinis sindrom angina (Lilly and Harvard Medical School, 2016). 2.2.4 Gambaran klinis angina stabil kronik a. Anamnesis Dalam evaluasi klinis penyakit jantung iskemik, hal terpenting adalah menggali riwayat pasien. Pemeriksaan harus difokuskan pada karakteristik yang membedakan iskemia dari keluhan lain. Idealnya, pemeriksaan dilakukan saat episode angina muncul, namun kebanyakan pasien datang saat asimtomatik. Oleh karena itu, riwayat yang jelas tentang rasa tidak nyaman pasien sangat penting. (Lilly and Harvard Medical School, 2016). Terkait dengan lokasi nyeri, rasa tidak nyaman angina biasanya lebih bersifat difus daripada terlokalisir atau yang bisa ditunjuk dengan satu titik. Areanya paling sering dirasakan retrosternal atau di prekordium kiri namun dapat muncul di area manapun di dada, punggung, lengan, leher, wajah area bawah, maupun abdomen atas. Nyeri ini bisa menjalar hingga ke bahu dan bagian dalam dari lengan terutama sisi kiri. Saat serangan nyeri angina akut ini muncul, stimulasi tergeneralisir dari saraf simpatis maupun parasimpatis dapat mengakibatkan munculnya takikardia, diaforesis dan nausea. Iskemik
juga dapat menghasilkan disfungsi sesaat dari kontraksi sistolik ventrikel kiri dan relaksasi diastolik. Kemudian hal ini ditransmisikan ke vaskulatur pulmonal dan sering menimbulkan sesak dalam episode serangannya. Rasa lelah sesaat dan kelemahan juga umum terjadi, terutama pada kelompok lanjut usia. Ketika sejumlah gejala muncul sebagai konsekuensi dari iskemik miokardium namun tidak dibarengi dengan nyeri dada tipikal, biasanya akan disebut sebagai ‘angina ekuivalen’ (Lilly and Harvard Medical School, 2016). Angina yang bukan disebabkan oleh vasospasm biasanya dipicu oleh faktor-faktor yang meningkatkan kebutuhan oksigen miokardial, seperti aktivitas fisik, stres, atau cuaca dingin. Nitrogliserin sublingual dapat membantu membedakan angina iskemik dengan kondisi lain yang mirip dan dapat meredakan gejalanya dalam waktu singkat. Frekuensi dari episode dapat bervariasi karena pasien biasanya akan memahami aktivitas mana saja yang dapat memicu nyeri muncul dan akhirnya menghindarinya. Hal ini dapat menjadi poin penting untuk ditanyakan apakah pasien mengalami penurunan pada aktivitas keseharian ketika melakukan anamnesis (Lilly and Harvard Medical School, 2016). b. Pemeriksaan fisik Jika memungkinan untuk melakukan pemeriksaan fisik pada saat serangan angina, beberapa temuan tanda klinis sementara seperti yang ada pada gambar di bawah ini akan dapat ditemukan. Peningkatan denyut jantung dan tekanan darah ditemukan cukup karena adanya respon berlebihan dari simpatis. Iskemik miokard dapat menyebabkan disfungsi muskulur papillaris dan menyebabkan regurgitasi mitral. Abnormalitas kontraksi ventrikular regional yang terpicu oleh iskemik terkadang bisa dideteksi sebagai denyut menonjol abnormal pada palpasi di dada kiri. Iskemia akan menurunkan kelentingan ventrikular sehingga menciptakan ventrikel yang menegang sehingga muncul bunyi jantung 4 (S4) gallop pada pemeriksaan fisik selama kontraksi atrium. Jika pasien sudah tidak merasakan nyeri dada saat pemeriksaan fisik, kemungkinan pemeriksa tidak banyak mendapat temuan abnormal pada pemeriksaan jantungnya. Pemeriksaan fisik sebaiknya juga menggali tanda-tanda aterosklerosis pada pembuluh darah yang mudah diakses, misalnya, bruit karotis bisa jadi mengindikasikan adanya penyakit serebrovaskular, bruit pada arteri femoralis atau berkurangnya denyut nadi
normal pada setengah populasi pasien dengan angina stabil. Dengan kata lain, deviasi segmen ST dan gelombang T yang bersifat kronik dan nondiagnostik, menjadi mungkin. Bukti adanya riwayat infark miokard sebelumnya (misalnya gelombang Q) pada EKG juga menunjukkan adanya penyakit koroner yang mendasari (Lilly and Harvard Medical School, 2016). Gambar 2. 5 Gambaran abnormalitas EKG pada saat iskemik (Lilly and Harvard Medical School, 2016). Karena gambaran EKG yang direkam saat episode tidak ada nyeri dada bisa jadi normal, maka perlu pelacakan untuk menyingkirkan kemungkinan penyakit jantung iskemik. Untuk alasan ini, tes stres latihan atau farmakologik dapat membantu memberikan nilai diagnostik dan prognostik. Selama tes ini, pasien akan latihan menggunakan treadmill atau sepeda statik lalu akan diberikan beban kerja yang semakin meningkat, dan diamati apakah terdapat nyeri dada atau dispnea berlebihan. Denyut jantung, EKG, dan tekanan darah diperiksa teratur dalam interval tertentu. Tes akan dilanjutkan sampai angina muncul, tanda-tanda iskemik miokard muncul pada EKG, detak jantung target tercapai (85% dari denyut jantung prediksi maksimal/ maximal heart rate [MHR]; MHR dihitung sebagai 220 kali/ menit dikurangi usia pasien), atau pasien menjadi terlalu payah untuk melanjutkan tes. Tes ini dikatakan abnormal jika timbul nyeri dada tipikal atau jika terdapat kelainan EKG yang konsisten dengan iskemia berkembang (yaitu, lebih besar dari 1 mm pada depresi segmen-ST horizontal atau downsloping). Di antara pasien yang kemudian menjalani angiografi koroner diagnostik, perubahan EKG yang disebutkan di atas memiliki sensitivitas sekitar 65 - 70% dan spesifisitas 75 - 80% atau terdeteksinya CAD signifikan secara anatomis (Lilly and Harvard Medical School, 2016).
Tes stres ditandai sebagai positif jika terdapat satu atau beberapa tanda dari penyakit jantung iskemik yang berat, seperti : (1) perubahan iskemik pada EKG terbentuk pada 3 menit pertama latihan atau menetap 5 menit setelah latihan dihentikan; (2) magnitudo depresi segmen ST lebih dari 2 mm; (3) tekanan sistolik turun secara abnormal selama latihan (misalnya karena gangguan fungsi kontraktil karena terpicu iskemik); (4) muncul aritmia ventrikuler derajat tinggi; atau (5) pasien tidak dapat latihan setidaknya 2 menit karena limitasi kardiopulmoner. Pasien yang tertandai positif ini kemungkinan besar memiliki penyakit jantung koroner pada beberapa pembuluh darah. Penggunaan tes stres ini dapat dipengaruhi dengan medikamentosa yang dikonsumsi pasien, contohnya obat penghambat beta atau penghambat kanal kalsium (verapamil, diltiazem) yang dapat menumpulkan kemampuan untuk mencapai target denyut jantung. (Lilly and Harvard Medical School, 2016). Karena pemeriksaan tes latihan standar bergantung pada perubahan yang terkait iskemik pada EKG, tes tersebut bisa jadi kurang berguna pada pasien dengan kondisi dasar sudah memiliki abnormalitas pada segmen ST (seperti left bundle branch block atau hipertropi ventrikel kiri). Selain itu, tes stres latihan standar kadang-kadang menghasilkan hasil yang sama pada pasien atau yang kecurigaan klinis of penyakit jantung iskemik tinggi. Dalam situasi ini, pencitraan radionuklida dapat dikombinasikan dengan tes latihan untuk mengatasi keterbatasan ini dan untuk meningkatkan sensitivitas dan spesifitasnya. Selain dengan radionuklida, bisa juga tes stres latihan ini dengan bantuan pencitraan ekhokardiografi ataupun dengan tes stres farmakologis, terutama untuk pasien yang tidak mampu melakukan latihan (Lilly and Harvard Medical School, 2016). Cara langsung dalam mendeteksi stenosis arteri koroner adalah dengan angiografi koroner di mana lesi aterosklerotik dapat divisualisasikan secara radiografi setelah diberikan injeksi bahan kontras. Walaupun angiografi koroner dapat dijadikan baku emas untuk diagnosis CAD, namun perlu diingat bahwa hasil penunjang ini hanya memberikan informasi anatomis saja. Lesi klinis signifikan hanya dapat dideteksi oleh angiografi berdasarkan derajat penyempitan dan konsekuensi patologisnya. Alternatif uji diagnosis selain menggunakan angiografi koroner telah dikembangkan untuk memvisualisasi arteri koroner dengan lebih tidak invasif. CT angiorafi coroner (CCTA) dapat dijadikan pertimbangan alternatif terhadap tes stress untuk membantu
terapi farmakologis maupun mekanik untuk CAD kronik (Lilly and Harvard Medical School, 2016). 2.2.5 Tatalaksana Target terapi pada penyakit jantung iskemik kronik adalah untuk menurunkan frekuensi serangan angina sehingga dapat mencegah sindrom koroner akut seperti infark miokard, sehingga dapat memperpanjang harapan hidup. Langkah krusial jangka panjang adalah dengan mengenali faktor risiko yang memicu terbentuknya penyakit koroner aterosklerosis. Data penelitian menunjukkan bahwa menghindari merokok, perbaikan kadar kolesterol dan kontrol tekanan darah dapat menurunkan risiko kejadian penyakit koroner. Perbaikan lain dalam faktor CAD, termasuk terkontrolnya kadar glukosa serum pada diabetes, tertalaksananya obesitas dan inaktivitas fisik, juga dapat menurunkan risiko terjadinya komplikasi walaupun hasilnya kurang begitu terdokumentasi. Strategi tatalaksana terhadap penyakit jantung iskemik ini dibagi menjadi 2 bagian yaitu (1) menurunkan iskemia dan gejalanya dengan mengembalikan keseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen miokardial dan (2) mencegah sindrom koroner akut dan kematian pada penderita CAD kronik (Lilly and Harvard Medical School, 2016). a. Tatalaksana medis terhadap episode angina akut Ketika mengalami angina akut, sebaiknya pasien mengurangi aktivitas fisik. Pilihan obat untuk kondisi ini adalah nitrat organik berupa nitrogliserin sublingual yang diletakkan di bawah lidah. Obat ini dapat memberikan sedikit sensasi rasa terbakar saat terabsorbsi melalui mukosa dan terasa efeknya dalam 1 hingga 2 menit. Nitrat dapat menurunkan iskemik melalui relaksasi otot polos vaskular (venodilatasi). Venodilatasi akan mengurangi aliran darah balik ke jantung dengan penurunan bertahap pada dinding ventrikel kiri. Penurunan konsumsi oksigen miokardium ini akan membant keseimbangan kebutuhan oksigen pada jantung yang iskemik. Kerja berikutnya dari nitrat adalah untuk mendilatasi vaskulatur koroner dengan meningkatkan perlahan- lahan aliran darah koroner. Efek ini mungkin hanya bernilai kecil pada pasien yang telah mengalami dilatasi koroner maksimal karena akumulasi metabolik lokal. Namun bagaimanapun, vasospasme koroner memainkan peranan
penting dalam pembentukan iskemia, sehingga vasodilatasi koroner yang terpicu nitrat dapat bermanfaat (Lilly and Harvard Medical School, 2016). b. Tatalaksana medis untuk mencegah berulangnya episode iskemik Agen farmakologis juga merupakan tatalaksana lini pertama dalam mencegah serangan angina. Tujuan dari penggunaan obat-obatan ini adalah untuk menurunkan kerja berat jantung (seperti menurunkan kebutuhan oksigen miokardial) dan juga meningkatkan perfusi miokardial. Ada 3 kelas medikamentosa yang umumnya digunakan untuk tujuan tersebut, di antaranya : golongan penghambat beta, nitrat organik, dan penghambat kanal kalsium (Lilly and Harvard Medical School, 2016). Tabel 2. 2 Agen farmakologis yang digunakan dalam tatalaksana pencegahan dan terapi angina (Lilly and Harvard Medical School, 2016). c. Tatalaksana medis untuk mencegah kejadian akut jantung Agregasi platelet dan trombosis merupakan faktor penting dalam miokard infark akut dan angina tidak stabil. Terapi antiplatelet seperti aspirin dan clopidogrel dapat mengurangi risiko sindrom koroner akut pada pasien dengan angina kronik dan CAD. Statin dapat menurunkan infark miokard dan tingkat kematian pada pasien CAD dengan menurunkan kadar LDL.
PCI adalah prosedur untuk memperbaiki pembuluh darah koroner yang menyempit dengan menggunakan kateter dan balon. PCI dapat meningkatkan perfusi dan suplai oksigen ke jantung, namun ada risiko restenosis setelah 6 bulan. Oleh karena itu, stent koroner digunakan selama PCI untuk mengurangi risiko restenosis. Ada juga jenis stent yang mengeluarkan obat untuk mencegah proliferasi neointimal. PCI lebih baik daripada terapi medikamentosa standar dalam mencegah angina, tetapi tidak menurunkan risiko infark miokard atau kematian pada kondisi penyakit koroner stabil (Lilly and Harvard Medical School, 2016). Pembedahan coronary artery bypass graft (CABG) Pembedahan CABG memerlukan pencangkokan bagian pembuluh darah pasien untuk membuat jalan baru pada arteri koroner yang obstruksi. Terdapat 2 jenis cangkok yang digunakan pada operasi ini, yaitu dari vena (biasanya vena saphenous) yang dijahitkan dari pangkal aorta ke segmen koroner hingga ke area stenosis, atau menggunakan cangkok dari arteri (paling sering digunakan adalah arteri mammary interna yang merupakan cabang dari arteri subclavia) yang dapat secara langsung dianastomosiskan pada distal arteri koroner yang stenosis. Cangkok vena memiliki tingkat patensi sekitar 80% pada 12 bulan, namun tetap rapuh terhadap aterosklerosis yang mengalami percepatan; dalam 10 tahun stelah pembedahan, lebih dari 50% pasien mengalami pembuntuan kembali. Sedangkan untuk cangkok dari arteri mammary interna lebih bersifat resisten terhadap aterosklerosis dengan tingkat patensi sebesar 90% dalam waktu 10 tahun. Karena itulah, cangkok arteri sering digunakan untuk memberi perfusi pada area dengan aliran kritis seperti pada arteri descending anterior. Serangkaian bukti klinis menunjukkan bahwa penggunaan obat-obatan penurun lipid yang agresif setelah CABG dapat memperbaiki tingkat patensi jangka panjang pada cangkok bypass ini (Lilly and Harvard Medical School, 2016). Tabel 2. 3 Perbandingan teknik prosedur revaskularisasi koroner (Lilly and Harvard Medical School, 2016).
Secara umum, pasien dengan angina stabil yang ditemukan dengan risiko iskemik miokard yang besar, yaitu pada mereka yang stenosis berat (>70%) pada tiga arteri koroner mayor (terutama ketika fungsi kontraktil ventrikel kiri berkurang), atau pada mereka dengan penyakit multi pembuluh darah yang melibatkan penyempitan kritis pada proksimal arteri descending kiri (yang dapat mengancam ventrikel kiri dalam jumlah besar), atau mereka dengan stenosis tingkat tinggi (>50%) pada arteri koroner utama kiri, maka pembedahan CABG lebih bermanfaat dalam kaitannya dengan survival. Studi penelitian terbaru menunjukkan bahwa revaskularisasi dengan CABG dibandingkan PCI, dapat lebih bermanfaat pada angina stabil dengan stenosis berat pada ketiga arteri koroner, stenosis derajat tinggi pada arteri koroner utama kiri, atau penderita diabetes (karena penyakit multi pembuluh darah) (Lilly and Harvard Medical School, 2016; Neumann et al., 2019; Stirrup et al., 2017). 2.3 Rehabilitasi kardiovaskular Penyakit kardiovaskular menyumbang angka rawat inap yang besar di rumah sakit dan dapat menyebabkan disabilitas yang beragam hingga menghambat seorang individu untuk bisa kembali beraktivitas dan bekerja. Dua penyakit kardiovaskular paling sering yang menyebabkan disabilitas ini adalah stroke dan penyakit jantung koroner. Pendekatan komprehensif melalui rehabiltiasi kardiovaskular dapat memberikan kontribusi dalam menatalaksana pada kondisi